Tuesday, March 6, 2012

Perspektif Fiqh Tentang Hakim Perempuan (Suatu Analisis terhadap Polemik Para Ulama Fiqh)


Sebagai sebuah ajaran yang secara substansial membawa misi keadilan universal, Islam memposisikan peradilan, sebagai sesuatu yang cukup penting dan mendasar. Dengan piranti peradilan diharapkan prinsip-prinsip keadilan, dan hak-hak dasar  manusia (human rigth) dapat terpelihara secara baik. Sedemikian significannya sebuah proses peradilan, maka nash-nash  pembentukan hukum Islam tentang peradilanpun menaruh perhatian cukup intens. Tidak heran jika kemudian Rasulullah sendiri -pada zamannya-, tidak saja dalam kapasitas pemimpin spiritual dan politik, tetapi juga pemegang kendali sebuah proses peradilan.Dalam perkembangannya -pasca Rasul dan sahabat- Ulama-ulama fiqh pun menaruh perhatian yang sama dengan tokoh tokoh pendahulunya. Konsep –Ikhtiath-  menjadi bagian inhern dalam pemikiran para ulama dalam membuat kriteria keabsahan sebuah proses peradilan dan subjek yang menjadi aktornya. Salah satu yang menjadi konsen para ahli fiqh (Yurist) sebagai wujud komitmennya terhadap peradilan adalah keseriusannya dalam membuat kriteria seorang Hakim. Upaya mereka ini bisa difahami karena idelisme yang mereka miliki untuk membangun sebuah proses peradilan yang relatif bersih dan berwibawa dan diharapkan dapat sedekat mungkin dengan pesan moral nash-nash syari’at. Salah satu agenda  yang menjadi perbincangan mereka adalah tentang keabsahan seorang perempuan untuk menjadi hakim dalam sebuah proses peradilan. Polemik ini bisa dimengerti karena menurut mereka (ulama) baik secara historis, antropologis, sosiologis dan bahkan nash-nash normatif, perempuan dipandang punya banyak sisi kelemahan apabila dihadapkan pada sebuah proses peradilan, lebih lebih sebagai aktor penentu sebuah sengketa peradilan (Hakim).
Makalah ini tidak berpretensi untuk melakukan “dekonstruksi” terhadap gagasan emansipasi perempuan yang –salah satunya– kini tengah dilakukan oleh banyak Organisasi-organisasai kewanitaan, akan tetapi semata-mata ingin mengkaji secara ilmiah landasan filosofis dan sosiologis, mengapa kalangan ulama fiqh mempersoalkan keabsahan perempuan sebagai hakim, sebab diduga kuat para ulama banyak diilhami oleh pengalaman-pengalaman pahit tentang perempuan dan kondisi sosialnya ketika menentukan pendapatnya tentang hakim perempuan.

0 komentar: