A. Latar Belakang Masalah
Salah satu mata kuliah di STAIN
Pekalongan yang membahas tentang spiritualitas dalam agama Islam adalah mata
kuliah Ilmu Tasawuf. Dalam mata kuliah tersebut dipaparkan berbagai hal tentang
asal usul atau seluk-beluk tasawuf, sejarah perkembangan tasawuf, maqomat dan
ahwal, serta tokoh-tokoh sufi yang populer dalam dunia tasawuf.
Dalam kata pengantar buku Ilmu
Tasawuf, Amat Zuhri menjelaskan bahwa dengan mempelajari Ilmu Tasawuf ini
diharapkan para mahasiswa bisa lebih bersikap inklusif, karena dalam mata
kuliah Ilmu Tasawuf tersebut dimuat berbagai aliran dalam tasawuf, baik aliran sunni
maupun falsafi.[1]
Lebih lanjut menurut Amat Zuhri,
mendalami tasawuf bukan berarti suatu tindak pelarian diri dari kenyataan
hidup, tetapi lebih kepada usaha pempersenjatai diri dengan nilai-nilai
rohaniyah (spiritual) dalam menghadapi kehidupan yang materialistis, serta
memberi keseimbangan jiwa agar tetap mempunyai ketegaran dalam menghadapi
berbagai kesulitan.[2]
Penanaman nilai-nilai spiritual ini
menjadi sangat penting karena masyarakat sekarang sudah cenderung mengarah ke
kehidupan yang materialistis, bahkan sering sekali term-term agama disalah
gunakan hanya untuk mencari keuntungan duniawi semata.
Dengan adanya pembelajaran Ilmu Tasawuf
yang ada di STAIN Pekalongan, diharapkan mampu menjawab kekhawatiran di atas
dan mampu menghasilkan output mahasiswa yang jujur, berpikiran maju,
cerdas, serta kompeten di bidangnya masing-masing setelah terjun ke masyarakat
nantinya.
Dengan demikian pembelajaran Ilmu
Tasawuf yang baik seharusnya mampu menanamkan nilai-nilai spiritual kepada
mahasiswa, tidak hanya sekedar penyampaian teori-teori tasawuf saja. Karena
sebenarnya maksud dari pembelajaran Ilmu Tasawuf tersebut adalah untuk
menyampaikan teori-teori tasawuf, dengan harapan mahasiswa mampu mengambil
hikmah, serta meneladani sifat-sifat mulia yang ditunjukkan oleh para tokoh
sufi yang diajarkan, serta meningkatkan spiritualitas mahasiswa itu sendiri.
Namun pada kenyataannya hal tersebut
masih jauh dari apa yang kita harapan, sebagai contoh tidak sedikit dari para
mahasiswa yang tidak mempraktikkan sikap jujur ketika dilaksanakan suatu ujian,
baik ujian tengah semester maupun ujian akhir semester. Ini terbukti dengan
masih banyaknya praktik contek-mencontek di kalangan mahasiswa ketika
dilaksanakannya ujian tersebut.
0 komentar:
Post a Comment