Kehalalan Air Susu Ibu tidak ada orang yang
meragukannya, baik Air Susu Ibu si bayi maupun air susu wanita lain, bila air
susu ibunya tidak memadai atau karena suatu hal, ibu kandung si bayi itu tidak
dapat menyusuinya. Nabi Muhammad sendiri pernah dititipkan kepada Halimatus
Sa'diyah untuk disusukan dan dipeliharakan.(1)
Status ibu yang menyusukan seorang bayi, sama dengan
ibu kandung sendiri tidak boleh menikah dengan dengan wanita itu dan
anak-anaknya. Dalam hukum Islam disebut saudraa sepersusuan dan wanita yang
menyusukan dengan bayi yang disusukan tersebut hukumnya sama dengan mahram.
Sekarang yang menjadi persoalan adalah air susu yang
disimpan pada bank ASI yang sewaktu-waktu dapat dimanfaatjan oleh seorang bayi
bagaimana hukumnya menurut Islam? (2)
Air Susu Ibu
ASI merupakan air susu ibu yang sangat diperlukan oleh
bayi dan bermanfaat bagi pertumbuhan bayi. Disamping penyajiannya yang sangat
simple, sangat memudahkan bagi ibu tanpa takut sang bayi kena diare. Para ibu menyadari sepenuhnya manfaat dan keunggulan asi
yang kadar gizi dan energi yang jauh lebih baik dibanding susu buatan.
Akan tetapi, ketika dunia kaum
perempuan mulai terlibat di area publik, kaum ibu tidak bisa / terhalang untuk
menyusui bayi mereka, baik karena kesibukannya maupun alasan memelihara
kebugaran payudaranya, dunia barat semisal AS dan Eropa mengantisipasi keadaan
dan kondisi tersebut dengan antisipasi mendirikan Bank Air Susu Ibu, sehingga para Ibu yang
mengkhawatirkan bayi-bayi mereka tidak bisa minum ASI dapat diatasi. Dengan
demikian, bank air susu ibu dimaksudkan sebagai sebuah lembaga yang menghimpun
air susu murni dari para donatur untuk memenuhi kebutuhan air susu anak/bayi
yang tidak didapat dari ibunya. Lembaga ini telah berkembang sampai ke Asia , antara lain Singapura. Tujuan lembaga ini membantu
para ibu yang tidak bisa menyusui bayinya secara langsung sehingga aktivitas
mereka tidak terganggu. Dengan berdirinya bank khusus untuk menampung air susu
ibu tersebut menimbulkan beberapa sudut pandang yang berlainan dari para ulama.
A. Beberapa
Pandangan Tentang Bank ASI
a. Pertama menurut jumhur ulama (Madzhab
syafi'i, Maliki, Zaidiyah dan Az Zahiri)
Berpandangan bahwa perempuan boleh menampung air susunya
dan boleh dijual bagi ibu-ibu yang membutuhkannya dengan berdasarkan firman
Allah QS. Al Baqarah ayat 275 (3)
¨
Artinya :
Allah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba
Demikian
juga mengambil upah dari menyusui anak,
pendapat ini berdasarkan QS. Al Baqaroh
ayat 233 dan QS. Ath Thalaq ayat 6.
QS. Al Baqarah ayat 233 :
b. Kedua menurut Imam
Ibnu Hanbal :
Memperjualbelikan
ASI hukumnya makruh. Meskipun identitas pemilik ASI diketahui pemilik. Alasan
yang dikemukakan adalah Rosullullah menjawab : " saya membencinya
" ketika beliau ditanya tentang memperjualbelikan ASI dari seorang Islam
(HR.
Ahmad Bin Hanbal).
c. Ketiga menurut Imam Abu Yusuf
Bahwa air susu
yang boleh diperjualbelikan hanyalah ASI dari perempuan yang hamba sahaya
karena hamba sahaya mempunyai makna harta yang dapat diperjualbelikan. Meski
dengan ketentuan memiliki identitas yang jelas.
d. Keempat menurut
Imam Abu Hanifah As Syaibani
Sebagian
Hanabillah Malikiyah berpendapat tidak boleh menjualbelikan ASI, begitu juga
tidak boleh mengkonsumsi ASI yang telah dipisahkan dari payudara karena hal
tersebut dianggap sebagai bangkai, sehingga hal yang demikian itu dilarang.
Pendapat
tersebut mengacu pada Surat Al maidah ayat 3 (5)
Dari empat pandangan diatas menunjukkan bahwa kebolehan
atau tidak dalam memperjualbelikan ASI dikaitkan dengan Bank ASI yang
berkembang saat ini, maka yang perlu diperhatikan adalah syarat identitas
pemilik ASI yang harus diketahui secara jelas dan pasti karena akan mempunyai
konsekuensi hukum bagi yang menyusui beserta kerabat yang bertalian darah
sehingga mengantisipasi terjadinya perkawinan antara anak yang disusui dengan
pemilik ASI dan kerabatnya.
Ahli Fiqih Mesir Imam As Sakari mengatakan bahwa Bank ASI
yang berkembang saat ini tidak dapat dilegalkan syara' dengan alasan Saddan li
az zariah (menutup seluruh jalan yang bisa menimbulkan bahaya yang akan timbul)
apabila bank ASI melakukan kontrol yang ketat terhadap sumber setiap ASI
donatur (tanpa mencampurkan ASI yang berasal dari berbagai perempuan).
Sementara yang ada sekarang tidak melakukan pemisahan bahkan mencampur seluruh
ASI yang diterima lembaga ini, sehingga sulit untuk dilacak identitas pendonor
ASI tersebut.
Hal
ini mengakibatkan adanya dugaan keras akan terjadi perkawinan antara anak yang
mengkonsumsi ASI yang berasal dari bank ASI dan perempuan atau keturunan yang
bertalian darah dengannya. Perkawinan semacam ini dilarang keras oleh nash
secara tegas bahkan dinyatakan sebagai perkawinan terlarang dalam surat An Nisa' ayat 23. (6)
B. Pandangan Ulama Kontemporer
1. Pendapat yang membolehkan
Ulama
besar semacam Dr. Yusuf Al-Qaradawi tidak menjumpai alasan untuk melarang
diadakannya semacam bank susu, asalkan bertujuan untuk mewujudkan maslahat
syari'ah yang kuat untuk memenuhi keperluan yang wajib dipenuhi.
Beliau
cenderung mengatakan bahwa bank air susu ibu yang bertujuan baik dan mulia
didukung oleh Islam untuk memberikan pertolongan kepada semua yang lemah, apa
pun sebab kelemahannya. Lebih-lebih yang bersangkutan adalah bayi yang baru
dilahirkan yang tidak mempunyai daya dan kekuatan.
Beliau
juga mengatakan bahwa wanita yang menyumbangkan sebagian air susunya untuk
makanan golongan anak-anak lemah ini akan mendapatkan pahala dari Allah dan
terpuji disisi manusia. Bahkan sebenarnya wanita itu boleh menjual air susunya
bukan sekedar menyumbangkannya. Sebab di masa nabi para wanita yang menyusui
bayi melakukannya karena faktor mata pencaharian. Sehingga hukumnya memang
diperbolehkan untuk menjual air susu.
Bahkan
Al Qaradawi memandang bahwa institusi yang bergerak dalam bidang pengumpulan
air susu itu yang mensterilkan serta memliharanya agar dapat dinikmati poleh
bayi-bayi atau anak-anak patut mendapatkan ucapan terima kasih dan
mudah-mudahan memperoleh pahala.
Selain Al-Qaradawi yang menghalalkan bank susu
adalah Al-Ustadz Asy Syeikh Ahmad Ash-Shirbasi, ulama besar Al-Azhar Mesir.
Beliau mengatakan bahwa hubungan mahram yang diakibatkan karena penyusuan itu
harus melibatkan saksi dua orang laki-laki. Atau satu orang laki-laki dan dua
orang saksi wanita sebagai ganti dari satu saksi laki-laki. Bila tidak ada
saksi atas penyusuan tersebut, maka penyusuan itu tidak mengakibatkan hubungan
kemahraman antara ibu yang menyusui dengan anak bayi tersebut. (7)
2. Yang Tidak Membenarkan Bank Susu
Diantara ulama kontemporer
yang tidak membenarkan adanyabank air susu adalah Dr. Wahbah Az Zuhayli dan
juga Majma' Fiqih Islami. Dalam kitab Fatawa Mu'asirah, beliau menyebutkan
bahwa mewujudkan institusi bank susu tidak dibolehkan dari segi syari'ah.
Demikian juga dengan Majma' Fiqih Al islami melalui Badan Muktamar Islam yang
diadakan di Jeddah pada tanggal 22 - 28 Desember 1985 / 10-16 Robi'ul Akhir
1406. Lembaga ini dalam keputusannya (qarar) menentang keberadaan bank air susu
ibu di seluruh negara Islam serta mengharamkan pengambilan susu dari bank
tersebut.
Perdebatan dari
segi dalil :
Ternyata perdebatan dari dua
kelompok ulama ini terjadi di seputar syarat dari penyusuan yang mengakibatkan
kemahraman. Setidaknya ada 2 syarat penyusunan yang diperdebatkan. Pertama,
apakah disyaratkan terjadinya penghisapan atas puting susu ibu ? Kedua, apakah
harus ada saksi penyusuan ?
Haruskah
lewat menghisap puting susu ?
Kalangan
yang membolehkan bank susu mengatakan bahwa bayi yang diberi minum air susu
dari bank susu, tidak akan menjadi mahram bagi para wanita yang air susunya ada
di bank itu. Sebab kalau sekedar hanya minum air susu, tidak terjadi penyusuan.
Sebab yang namanya penyusuan harus lewat penghisapan puting susu ibu.
Mereka
berdalil dengan fatwa Ibnu Hazm , dimana beliau mengatakan bahwa sifat
penyusuan haruslah dengan cara menghisap puting susu wanita yang menyusui
dengan mulutnya. Dala fatwanya, Ibnu Hazm mengatakan bahwa bayi yang diberi
minum susu seorang wanita dengan menggunakan botol atau dituangkan kedalam
mulutnya lantas ditelannya, atau dimakan bersama roti atau dicampur dengan
makanan lain, dituangkan ke dalam mulut atau dengan suntikan maka yang demikian
itu sama sekali tidak mengakibatkan kemahraman.
Dalilnya adalah
firman Allah SWT :
' Dan
ibu-ibumu yang menyusui kamu dan saudara perempuan sepersusuan . . .'
(QS.An
Nisa' : 23)
Menurut
Ibnu Hazm, proses memasukkan puting susu wanita di dalam mulut bayi harus
terjadi sebagai syarat dari penyusuan. Sedangkan bagi mereka yang mengharamkan
bank susu, tidak ada kriteria menyusu harus dengan proses bayi menghisap puting
susu. Justru yang menjadi kriteria adalah meminumnya bukan cara
meminumnya.Dalil yang mereka kemukakan juga tidak kalah kuatnya, yaitu hadits
yang menyebutkan bahwa kemahraman itu terjadi ketika bayi merasa kenyang.
Dari Aisyah ra
berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, " Perhatikan saudara laki-laki
kalian, karena saudara persusuanitu akibat kenyangnya menyusu ".
(HR.Bukhari dan Muslim) (8)
2. Haruskah Ada
Saksi ?
Hal
lain yang menyebabkan perbedaan pendapat adalah masalah saksi. Sebagian ulama
mengatakan bahwa untuk terjadinya persusuan yang mengakibatkan kemahraman, maka
harus ada saksi. Seperti pendapat Ash-Sharabshi, ulama Ashar. Namun ulama lainnya
mengatakan tidak perlu ada saksi. Cukup keterangan dari wanita yang menyusui
saja.
Bagi kalangan
yang mewajibkan ada saksi, hubungan mahram yang diakibatkan karena penyusuan
itu harus melibatkan saksi dua orang laki-laki. Atau satu orang laki-laki dan
dua orang saksi wanita sebagai ganti dari satu saksi laki-laki.
Bila
tidak ada saksi atas penyusuan tersebut, maka penyusuan itu tidak mengakibatkan
hubungan kemahraman antara ibu yang menyusui dengan anak bayi tersebut.
Sehingga tidak perlu ada yang dikhawatirkan dari bank susu ibu. Karena susu
yang diminum oleh para bayi menjadi tidak jelas susu siapa dari ibu yang mana.
Dan ketidakjelasan itu malah membuat tidak akan terjadi hubungan kemahraman.
Dalilnya
adalah bahwa sesuatu yang yang bersifat syak (tidak jelas, ragu-ragu, tidak ada
saksi), maka tidak mungkin ditetapkan diatas suatu hukum. Pendeknya, bila tidak
ada saksi, maka tidak akan mengakibatkan kemahraman.
Sedangkan
menurut ulama lainnya, tidak perlu ada saksi dalam masalah penyusuan. yang
penting cukuplah wanita yang menyusui bayi mengatakannya. Maka siapa pun bayi
yang minum susu dari bank susu, maka bayi itu menjadi mahram buat semua wanita
yang menyumbangkan air susunya. dan ini akan mengacaukan hubungan kemahraman
dalam tingkat yang sangat luas. (9)
KESIMPULAN
Dari uraian yang telah
dipaparkan dapat diambil kesimpulan bahwa pada masa sekarang ini telah berdiri
bank khusus untuk menampung air susu ibu. Para ulama kontemporer melihat dari
beberapa sudut pandang yang berlainan sehingga fatwa yang ditumbulkan pun
berbeda pula, sebagian mendukung adanya bank air susu tapi yang lainnya malah
tidak setuju, wajar bila terjadi perbedaan ini karena ketiadaan nash yang
secara langsung membolehkan atau mengharamkan bank susu. Nash yang ada hanya
bicara tentang hukum penyusuan, sedangkan syarat-syaratnya masih berbeda dan
karena berbeda dalam menetapkan syariat itulah
DAFTAR PUSTAKA
Subhan, Zaitunnah. 2008.
Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan. Jakarta
: El Kahfi
Hasan, M. Ali. 1997. Masail
Fiqhiyah Al Haditsah. Jakarta
: PT. Raja Grafindo Persada
http:
//helwy.multiply.com/journal/item/ 24 maka para ulama dalam menetapkan
hukumnya.