A. Surat
Al-Baqarah Ayat 228 Dan Terjemahnya.
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah
menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa
yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari
akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika
mereka (para suami) itu menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf. Akan tetapi para suami mempunyai
satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (Al-Baqoroh: 228)
B. Penafsiran Kata-Kata Sulit.
المطلقت maksudnya ialah istri-istri yang ditalak dan diperbolehkan kawin lagi sehabis masa menunggu dan sudah
pernah mengalami haid. Sebab haid adalah pertanda bahwa seorang wanita sudah
siap untuk dibuahi dan pembuahan inilah yang menjadi maksud utama dari
perkawinan
التربص Menunggu
القروء Bentuk tunggal dari qur-un dan qar-un. Artinya,
terkadang menunjukkan makna haid dan terkadang diartikan suci. Mazhab Hanafi
dan Hambali mengatakan bahwa yang dimaksud dengan qur-un ialah haid, sedangkan
mazhab Imam Syafi’I dan Imam Maliki mengatakan suci.
وما فى ارحامهمن Mencakup
haid dan bayi.
البعولة Artinya suami.
الدرجة Maksudnya ialah sebagaimana dalam ayat berikut ini:
عَلَى النِّسَاء ِ الرِّجَالُ قَوَّامُونَ
“Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita”.
(Al-Maraghi,
1992: 282)
C. Asbabun
Nuzul.
Dalam suatu riwayat dikemukakan
bahwa Asma’ binti Yazid bin as-Sakan al-Anshariyah berkata menganai turunnya
ayat tersebut diatas (QS.al-Baqoroh: 228) sebagai berikut: “ pada zaman
Rasulullah saw. aku ditalak oleh suamiku disaat belum ada hukum idah bagi
wanita yang ditalak. Maka Allah menetapkan hukum idah bagi wanita, yaitu
menunggu setelah bersuci dari tiga kali haid.” (diriwayatkan oleh: Abu Dawud
dan Ibnu Abi Hatim, dari Asma’ binti Yazid bin as-Sakan).
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa
Ismail bin Abdillah al-Ghifari menceraikan istrinya, Qathilah, (di zaman
Rasulullah saw.) Ia sendiri tidak mengetahui bahwa istrinya itu hamil. Setelah
ia mengetahuinya, iapun rujuk kepada istrinya. Kemudian istrinya melahirkan dan
meninggal, demikian pula bayinya. Maka turunlah ayat tersebut di atas, yang
menegaskan betapa pentingnya masa idah bagi wanita, untuk mengetahui hamil
tidaknya seorang istri. (Shaleh, 2006: 77)
0 komentar:
Post a Comment