This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sunday, April 29, 2018

KELUARGA BERENCANA (KB) DI INDONESIA MENURUT HUKUM ISLAM


Sehubungan dengan judul pembahasan kita hari ini, teringatlah kita kepada gagasan baru dari dunia modern tentang Keluarga Berencana (KB) bahwa KB adalah mengajarkan kelahiran anak/ usaha memperkecil jumlah anak karena takut akan miskin.
Keluarga berencana ini sudah menjadi populer di seluruh dunia, terutama yang ekonominya lemah sehingga menimbulkan gejala-gejala yang tidak diinginkan, yang mana semua itu menjadi penyebab perhitungan ekonomi atau hitungan bertambah besarnya jumlah penduduk, tidak seimbang dengan perbandingan rohani. Dengan adanya obat pencegahan hamil untuk keluarga berencana malah dijadikan alat untuk menahan anak bagi hubungan di luar nikah, khususnya di kota-kota besar banyak gadis dan para pemuda yang belum menikah tetapi sudah kedapatan penyimpanan pil-pil hamil untuk mengantisipasi kehamilan di luar nikah.


PEMBAHASAN


1.      Hukum KB dalam Islam
Dalam sebuah Hadist shahih yang diriwayatkan oleh Abu Daud, nasa’i, Ibnu Hibban, Hakim, Baihaqi dan Abu Nu’aim : “Bahwa Rosulullah SAW bersabda yang artinya : Nikahilan wanita yang banyak anak lagi penyayang karena sesungguhnya aku berlomba-lomba dalam banyak umat dengan umat-umat yang lain dihari kiamat.”
Maksud hadist di atas bahwa karena umat membutuhkan jumlah yang banyak sehingga mereka beribadah kepada Allah, berjihad di jalannya, melindungi kaum muslimin, dengan ijin Allah dan Allah akan menjaga mereka dan tipu daya musuh-musuh mereka, maka dalam hal ini diwajibkan meninggalkan perkara ini (membatasi kelahiran) tidak membolehkannya dan tidak menggunakannya kecuali darurat. Jika dalam keadaan darurat maka tidak mengapa. Misalnya saja sang istri tertimpa penyakit di dalam rahumnya atau dianggota badan lainnya sehingga berbahaya jika hamil maka tidak mengapa menggunakan pil-pil KB untuk keperluan tersebut. Demikian juga jika sudah memiliki anak banyak, sedangkan istri keberatan jika hamil lagi maka terlarang dalam hal ini untuk mengkonsumsi pil-pil tersebut dalam waktu tertentu seperti setahun atau dua tahun dalam masa menyusui sehingga ia merasa ringan untuk kembali hamil sehingga ia bisa berkonsentrasi dalam mendidik anaknya dengan selayaknya dan penuh kasih sayang. Adapun jika KB disini dimaksudkan untuk berkonsentrasi dalam karier atau kebanyakan wanita zaman sekarang maka hal itu tidak boleh.

2.      KB dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber pertama yang harus dijadikan pedoman dalam membahas setiap persoalan yang muncul dalam masyarakat Islam, maka setiap pernyataan yang muncul dari Al-Qur’an oleh kalangan muslim dipahami secara decisivr (sudah diputuskan secara pasti) dan tidak boleh dipertanyakan lagi.
Dalam menyikapi Al-Qur’an sebagai sumber nilai tertinggi bagi Islam, di kalangan masyarakat Islam terpecah ke dalam dua golongan. Pertama, mereka yang berpendapat bahwa semua problem kehidupan di atas bumi ini sudah termuat dalam Al-Qur’an. Kedua, mereka yang berpendapat bahwa Al-Qur’an hanya memuat prinsip-prinsip umum saja. Dua pendapat ini sebenarnya memiliki alur yang sama yaitu sama-sama beranggapan bahwa  Al-Qur’an adalah memuat segala hal yang ada di bumi ini.
Dalam kaitannya dengan KB sesungguhnya Al-Qur’an tidak berbicara secara langsung namun Islam hanya menetapkan rangka etis, bagi isu-isu koratemporer yang muncul, termasuk soal KB. Menurut kalangan Islam yang mendukung KB, sikap diam Al-Qur’an terhadap isu KB merupakan simbol persetujuan Islam. Tokoh yang berpandangan demikian antara lain: Faszlur Rahman. Menurut Rahman ayat-ayat Al-Qur’an yang menyatakan perlunya mengontrol tingkat populasi kita dan perlunya mempersiapkan masa depan kita bersama, tidak lain pada dasarnya adalah isyarat yang tinggi diadakan program KB. Namun pendapat yang demikian ini bertolak belakang dengan sebagian kalangan Islam. Abu A’la Almaudidi, tokoh Islam garis keras, menyatakan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an dengan sangat telah mengutuk praktek penguburan bayi perempuan yang baru lahir atau membunuh anak-anak sebagaimana dilukiskan dalam At-Takwir ayat 8 – 9 ; An_nur ayat 57 – 59; Al-An’am ayat 137, 140, 151; Al-Isro ayat 31 dan Al-Mumtahaa ayat 13. dalam sebuah pernyataannya, Maudidi berpendapat bahwa apabila pengendalian perkembangan janin anak ini didasari oleh motivasi takut kekurangan rizki dan sumber kehidupan lainnya maka hal ini akan menjadi sama dengan praktek pembunuhan anak-anak perempuan yang menjadi budaya masyarakat Arab pra Islam. Adapun ayat-ayat yang menyebutkan tentang hal ini antara lain sebagai berikut :




Artinya :
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakan laki-laki dan perempuan yang banyak dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”




Artinya :
“Dan janganlah kamu duduk di tiap-tiap jalan dengan menakut-nakuti dan menghalangi-halangi orang yang beriman dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu menjadikan bengkok dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Adapun terhadap kalangan Islam yang mendukung KB, Riffa memberikan catatan :
1)      Pada kenyataannya Al-Qur’an tidak menyatakan apa-apa melawan ide KB, namun ini bukan berarti menyokong adanya KB.
2)      Al-Qur’an sebagai wahyu Tuhan sangat menjunjung tinggi HAM. Hak-hak di atas harus diperkenalkan dan dijadikan alat perlindung bagi umat manusia. Karena itu saksikan mayoritas penduduk muslim yang sangat tinggi, maka disini kita butuhkan sebuah perencanaan keluarga dan beberapa kerangka etis di atas bisa dijadikan landasan bagi pelaksanaan program KB.

3.      KB dalam Hadist
Adapun hadist yang tidak membolehkan Azl antara lain :
1)      Hadit yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Muslim yang dicatat dari Aisyah berkaitan dengan sahabat perempuan yang bernama Jundamah binti Wahab. Ia pernah mendengar pertanyaan seputar Azl yang diajukan kepada Rasulullah. Beliau menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, Nabi berpendapat bahwa Azl sama dengan sebuah tindakan tersembunyi penguburan bagyi-bayi baru, oleh kalangan yang menolak Azl, hadits ini dijadikan pedoman pengharaman tindakan tersebut.
2)      Ibaidillah Bin Umar yang mingutip nafih. Dijelaskan Ibnu Umar  tidak mempraktikkan Azl dan ia mengatakan, “kalau tahu bahwa salah seorang anak saya mempraktikkan Azl, maka akan aku hukum dia.” Sedangkan Ibnu Umar tidak akan memberikan hukuman atas semua tindakan yang diizinkan oleh agama. Dengan demikian, berdasarkan riwayat ini maka KB dilarang.
3)      Ali dan Abdullah Ibnu Mas’ud juga melarang Azl, karena Azl sama dengan penguburan bayi.
4)      Said Ibnu Musayyab juga meriwayatkan bahwa sahabat Umar Bin Khattab dan Usman Bin Affan melarang Azl.
Adapaun hadit yang membolehkan Azl, yang dikumpulkan oleh Imam Asy-Syaukami dalam Nailul Authar yaitu :
a)      Diriwayatkan dari Jaabir (ra) bahwa kalangan sahabat pada masa Nabi sering mempraktikkan Azl sedangkan masa itu Al-Qur’an masih turun. Dalam riwayat lain dinyatakan bahwa praktik Azl ini dilaporkan kepada Nabi, tetapi Nabi diam saja.
b)      Riwayat dari Jabir menyatakan bahwa suatu saat pernah datang seorang laki-laki kepada rasul dan berkata, bahwa ia ingin melakukan hubungan seks dengan budaknya tanpa resiko kehamilan, Nabi menjawab agar laki-laki tersebut mempraktikkan Azl
c)      Riwayat Abu Said yang menyatakan bahwa ia pernah bersama Rasullah berputar-putar dalam rangka merazia Banu musthaliq dan menangkap beberapa perempuan saat itu diantara tawanannya. Para sahabat yang ikut serta tergetar hatinya untuk melakukan hubungan seksual. Mereka ingin mempraktikkan Azl dan sebelumnya bertanya kepada Rasullah tentang hal tersebut. Rasullah mengatakan kamu tidak usah ragu-ragu, Allah telah menentukan segala apa yang diciptakannya sampai akhir.
d)     Riwayat Abu Said yang menyatakan bahwa orang Yahudi menganggap Azl itu pembunuhan kecil atas persoalan ini lalu Rasulullah menyatakan bahwa orang Yahudi salah, jika Allah menginginkan untuk menciptakan sesuatu, maka tidak seorang pun yang dapat mengalihkan.
e)      Riwayat Umar Bin Khattab yang mengatakan bahwa Rasulullah mengharamkan Azl jika dilakukan tanpa seizing istri.



4.      KB dalam Pandangan Fiqh
Al Ghazali menjelaskan bahwa Azl sangat beda dengan aborsi. Apalagi dengan penguburan bayi-bayi perempuan hidup yang baru lahir, sebab keduanya merupakan tindakan pembunuhan janin (the act of felony) pada saat perkembangan.
Kalangan Alhi Fiqh, pendapat-pendapat dari madzhab 5, yaitu :
a)      Madzhab Hanafi, dalam hal ini diwakili oleh Imam Al-Kasani menyatakan bahwa hukum Azl makruh dilakukan oleh seorang suami kalau tidak disertai izin dari istrinya.
b)      Nadzhab Syafi’i dalam hal ini Imam An-Nawawi berpendapat bahwa melakukan hubungan seksual dimana sebelum ejakulasi seorang laki-laki mencabut penisnya dan kemudian proses ejakulasi tersebut di luar vagina istri, hukumnya makruh
c)      Madzhab Hambali dalam hal ini Ibnu Qudamah menyatakan bahwa mempraktikkan Azl tanpa alasan apa pun adalah makruh, akan tetapi tidak diharamkan. Ibnu Qudamah menganjurkan agar Azl tidak dilakukan dengan seorang istri yang belum punya anak, kecuali dengan izinnya.
d)     Madzhab Ja’fari menyatakan bahwa Azl dengan perempuan yang masih belum punya anak tidak dihalalkan, kecuali mendapat izin darinya.

5.      Motif/Dorongan adanya KB
Motif dan dorongan yang menggerakkan orang untuk membatasi kelahiran pada umumnya dengan cara KB adalah masalah ekonomi, kesehatan dan pendidikan.
a.       Ekonomi
Kehidupan orang makin jauh dari syarat-syarat minimal yang membuat orang menjadi takut mempunyai anak banyak, karena terbayang adanya kelaparan dan kekurangan makan yang akan diberikan keluarganya jika jumlah anggota keluarganya itu banyak. Banyak antara pemimpin yang merasa bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat bekerja giat untuk mendorong dan menganjurkan agar masyarakat mampu memahami masalah tersebut dengan sukarela akan mengadakan pembatasan kelahiran dengan dicanangkannya program KB.
b.      Kesehatan
Masalah kesehatan merupakan salah satu alasan yang mendorong para dokter dan orang-orang yang bekerja di bidang kesehatan untuk menasehati seorang-orang supaya dapat mengurangi kelahiran terutama terhadap wanita yang kesehatannya lemah atau pada wanita yang anaknya terlalu rapat jaraknya atau terlalu banyak.
Persoalan kesehatan tidak hanya mengenai ibu tetapi juga menyangkut kesehatan anak-anak, apalagi ditambah jarak antara satu anak dengan yang lainnya sangat dekat, maka pemeliharaannya akan berkurang. Untuk itu faktor kesehatan juga dijadikan dorongan untuk melakukan KB.

c.       Pendidikan
Banyak orang beranggapan bahwa mendidik anak itu sangat sukar. Dalam kenyataannya banyak anak yang salah didik, salah asuhan sehingga mereka nakal, tidak mau sekolah, keras kepala, suka melawan, suka menyakiti orang tua dan lain-lain. Maka timbullah kesimpulan orang tua yang ingin supaya anaknya terdidik baik, pintar dan berguna di kemudian hari, sehingga cukup satu/dua anak saja supaya dapat mendidiknya betul-betul dan kemudian menjadi orang baik dari pada punya enam/tujuh anak yang tidak bisa mendidiknya dengan baik.
Dengan adanya motif-motif tersebut sehingga orang menyadari dan memahami akan pentingnya KB karena mereka takut kalau mempunyai banyak anak. Setelah ketakutan akan bahaya yang akan terjadi akibat banyaknya kelahiran yang meluas, maka muncullah obat-obatan dan alat-alat seperti pil KB, spiral,cicin, topi dan yang terbaru adalah IUD (spiral) bahkan ada pula cara memandulkan dengan operasi (pemotongan di dalam) baik kepada perempuan maupun laki-laki.
Banyak orang yang merasa bangga dengan adanya KB bahkan cara berfikir rakyat telah maju dan dapat mengikuti jejak negara-negara modern. Bagi orang yang merasa berlanjur punya anak banyak, kadang-kadang merasa malu an menjadi sasaran ejekan teman-temannya yang seolah-seolah dia itu betul-betul bodoh tidak punya fikiran seperti kelinci/ marmot yang hanya pandai melahirkan anak banyak saja.
Dalam gelombang kesadaran akan pentinya mengatur/membatasi kelahiran itu, tidak sedikit pula ahli agama yang terbawa oleh arus yang disangkanya baik dan modern itu sehingga satu demi satu keluarlah alasan yang agamis guna memperkuat keyakinan akan boleh/halalnya melakukan keluarga berencana tersebut.


KESIMPULAN

Pada dasarnya KB itu baik apabila KB di sini digunakan sebagai alat untuk mengatur jarak kehamilan, akan tetapi orang-orang salah mengartikannya KB. KB di sini malah dijadikan orang sebagai usaha menjarangkan kelahiran anak karena mereka takut akan miskin, untuk melampiaskan hawa nafsu untuk menjaga kecantikan dan untuk mendapatkan kebebasan dan lain-lain.
Menurut analisa kami, mengenai program KB di Indonesia, yaitu dahulunya MUI (Mu’tamar Nasional Ulama di Jakarta tanggal 17-20 Oktober 1983) tidak memperbolehkan, tetapi dengan keadaan relevansi di Indonesia yang tidak memungkinkan dengan adanya jumlah pertumbuhan pendudukan semakin banyak dan ekonomi semakin pesat maka menurut MUI memperbolehkan KB yang dimaksudkan untuk meminimalisir keadaan-keadaan yang terjadi di Indonesia.

Daftar Pustaka


Ghozali, Abdul Maqsit, Badriyah Fayumi, Mazuki Wahid dan Syahiq Hasyim. 2002. Tubuh Seksualitas dan kedaulatan Perempuan (Bunga Rampai Pemikiran Ulama Muda). Jakarta Selatan : penerbit Rahmei

Quraish, M. Shihab. 2002. Tafsir Al-Misbah. Jakarta : Lentera Hati.

Hamka. Prof. Dr. 1982. Tafsir Al-Azhar. Jakarta : PT. Pustaka Panimas.

Muzar, Muhammad. 1993. Fatwa MUI. Jakarta : INIS





Tuesday, April 24, 2018

TRANSPLANTASI ORGAN MENURUT HUKUM ISLAM

Sejauh mengenai transplantasi organ, kita harus selalu ingat bahwa baik al Quran maupun sunah tidak mendukung maupun mengutuknya. Fukaha kontemporer telah mempertimbangkan permasalahan ini dan memberikan pedoman fiqhiyyah tertentu yang didasarkan pada deduksi ajaran-ajaran dasar dua sumber hokum syariat, yaitu al Quran dan sunah. Sebagaimana lazimnya terjadi pada semua masalah yang tidak dibahas dalam kedua sumber hokum tersebut, perbedaan pendapat selalu terjadi di kalangaan fukaha seperti yang akan di bahas dalam makalah ini.

1.      Pengertian Transplantasi Organ
Pencangkokan (transplantasi) ialah pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi dengan baik, yang apabila diobati dengan prosedur medis biasa, harapan penderita untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi.[1]
Ada tiga tipe donor organ tubuh dan setiap tipe mempunyai permasalahannya sendiri, yaitu:
1)      Donor dalam keadaan hidup sehat. Tipe ini memerlukan seleksi yang cermat dan general check up (pemeriksaan kesehatan yang lengkap), baik terhadap donor maupun terhadap si penerima (resipien), demi menghindari kegagalan transplantasi yang disebabkan oleh karena penolakan tubuh resipien, dan sekaligus untuk mencegah risiko bagi donor.
2)      Donor dalam keadaan hidup koma atau diduga kuat akan meninggal segera. Untuk tipe ini, pengambilan organ tubuh donor  memerlukan alat kontrol dan penunjang kehidupan, misalnya dengan bantuan alat pernafasan khusus.
3)      Donor dalam keadaan mati. Tipe ini merupakan tipe yang ideal, sebab secara medis tinggal menunggu penentuan kapan donor dianggap meninggal secara medis dan yuridis dan harus diperhatikan pula daya tahan organ tubuh yang mau diambil untuk transplantasi.
Sampai saat ini, transplantasi organ tubuh yang dibicarakan dikalangan ilmuwan dan agamawan/ rohaniawan adalah mengenai tiga macam organ tubuh, yaitu mata, ginjal dan jantung. Hal ini dapat di maklumi, karena dari segi struktur anatomis manusia, ketiga organ tubuh tersebut sangatlah vital bagi kehidupan manusia.[2] Namun, sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan modern dan tekhnologi yang makin canggih, dimasa yang akan datang, transplantasi mungkin juga berhasil dilakukan untuk organ-organ tubuh lainnya., milai dari kaki dan telapaknya sampai kepalanya, termasuk pula organ tubuh bagian dalam, seperti rahim wanita.
2.  Pandangan- pandangan yang menentang
Dua ulama terkemuka yang menulis penolakan terhadap transplantasi organ manusia adalah almaarhum Mufti Muhammad Syafi’ dari Pakistan dan Dr. Abd al salam al syukri dari mesir.
Mufti Syafi’ berpendapat bahwa transplantasi organ tidaj diperbolehkan berdasarkan atas tiga prinsip:
a)      Kesucian Hidup/ Tubuh Manusia
Dari ajaran-ajaran yang tedapat dalam al Quran, dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia diperintahkan untuk melindungi dan melestarikan kerhidupannya sendiri serta kehidupan orang lain. Sebagai contoh, manusia dilarang melakukan bunuh diri.
………… Ÿwur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJŠÏmu ÇËÒÈ
“Janganlah kamu membunuh (atau membinasakan) dirimu sendiri, karena sesungguhnya Allah Maha Penyayang Kepadamu. “(Q.S. al-Nisa: 4 : 29)
b)      Tubuh Manusia Sebagai Amanah
al Quran (al isra : 70) menyatakan bahwa Allah SWT memuliakan manusia, yakni menjadikan berguna baginya segala yang ada dilangit dan dibumi sebagai anugerah dan kemurahan-Nya.
Disebutkan pula dalan al Quran surat al Balad ayat 8-9
óOs9r& @yèøgwU ¼ã&©! Èû÷üuZøŠtã ÇÑÈ $ZR$|¡Ï9ur Éú÷ütGxÿx©ur ÇÒÈ
“Bukankah kami telah memberikan kepadanya dua buah mata. Lidah dan dua buah bibir”.(Q.S. al-Balad 8-9 )
Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah telah melengkapi manusia dengan segala apa yang dibutuhkannya berkenaan dengan organ-organ tubuh.[3] Pemahaman ini akan menuntun seseorang pada kesimpulan bahwa manusia tidak memiliki hak untuk mendinorkan satu bagian pun dari tubuhnya karena organ-organ tersebut pada dasarnya bukan miliknya, melainkan amanah yang dititipkan kepadanya.

c)      Memperlakukan tubuh manusia sebagai benda material
Ketidakbolehan memperlakukan tubuh manusia sebagai benda material semata dapat dideduksikan dari contoh berikut:
Pertama, dalam fatwa Alamgariyyah, dinyatakan bahwa jika seseorang berada dimbang maut  akibat kelaparan, dan ia tidak dapat menemukan bahkan daging bangkai binatang sekalipun untuk dimakan, dan yang ada didekatnya hanyalah daging manusia, maka ia tetap tidak bileh memakannya.[4]
3.  Dalil-dalil syari’ yang memperbolehkan transplantsi organ
Adapun dalil-dalil syari’ yang dapat dijadikan dasar untuk membolehkan pencangkokan, antara lain:
a.       Al Quran Surat Al Baqarah ayat 195
(#qà)ÏÿRr&ur Îû È@Î6y «!$# Ÿwur (#qà)ù=è? ö/ä3ƒÏ÷ƒr'Î/ n<Î) Ïps3è=ök­J9$# ¡ (#þqãZÅ¡ômr&ur ¡ ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÒÎÈ
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) dijalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan, daqn berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”(Q.S  al Baqarah 195).
Ayat tersebut secara analogis dapat dipahami, bahwa islam tidak membenarkan  pula orang yang membiarkan dirinya dalam keadaan bahaya maut atau tidak berfungsinya organ tubuh, yang secara medis member harapan kepada yang bersangkutan untuk bisa bertahyan hidup dengan baik.
b.      Al Quran Surat Al Maidah ayat 32
ô`ÏB È@ô_r& y7Ï9ºsŒ $oYö;tFŸ2 4n?tã ûÓÍ_t/ Ÿ@ƒÏäÂuŽó Î) ¼çm¯Rr& `tB Ÿ@tFs% $G¡øÿtR ÎŽötóÎ/ C§øÿtR ÷rr& 7Š$|¡sù Îû ÇÚöF{$# $yJ¯Rr'x6sù Ÿ@tFs% }¨$¨Z9$# $YèÏJy_ ô`tBur $yd$uŠômr& !$uK¯Rr'x6sù $uŠômr& }¨$¨Y9$# $YèÏJy_ 4 ôs)s9ur óOßgø?uä!$y_ $uZè=ßâ ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ ¢OèO ¨bÎ) #ZŽÏWx. Oßg÷YÏiB y÷èt/ šÏ9ºsŒ Îû ÇÚöF{$# šcqèùÎŽô£ßJs9 ÇÌËÈ
“Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seseorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia semuanya.”
Ayat ini menunjukkan bahwa islam sangat menghargai tindakan kemanusiaan yang dapat menyelamatkan jiwa manusia. Seorang yang menemukan bayi yang tidak berdosa yang dibuang disampah, wajib mengambilnya untuk menyelamatkan jiwanya.[5] Demikian pula seorang yang dengan ikhlas hati mau menyumbangkan organ tubuhny setelah nmeninggal, maka islam membolehkan, bahkan memandangkan sebagai amal perbuatan kemanusiaan yang tinggi nilainya, karena menolong jiwa sesama manusia atau mebantu berfungsinya kembali organ tubuh sesamanya yang tidak berfungsi.
c.       Kaidah hukum Islam
ا لضر ر يز ا ل                              
"Bahaya itu dilenyapkan/ dihilangkan"
Seorang yang menderita penyakit jantung atau ginjal kang sudah mencapai stadium yang gawat, maka ia menghadapi bahaya maut sewaktu-waktu.Maka mnurut kaidah hukum diatas, bahaya maut itu harus ditanggukangi dengan usaha pengobatan. Dan jika usaha pengobatan secara medis biasa tidak bisa menolong, maka demi menyelamatkan jiwanya, pencangkokan jantung atau ginjal diperbolehkan dalam keadaan darurat.Dan ini berarti, kalu penyembuhan penyakitnya bisa dilakukan tanpa pencangkokan, maka pencangkokan tubuh tidak dikenakan. 
Para ulama yang mendukung pembolehan transplantasi organ tidak memberikan persetujuan  mereka dengan tanpa syarat. Mereka memandang kebolehan transplantasi organ harus dibatasi dengan ketantuan- ketentuan berikut:
v  Transplantasi organ tersebut adalah satu-satunya bentuk (cara) penyembuhan yang bisa ditempuh
v  Derajat keberhasila dari prosedur ini  diperkirakan tinggi
v  Ada persetujuan dari pemilik organ yang akan ditransplantasikan atau dari ahli warisnya
v  Kematian orang yang organnya akan diambil itu telah benar-benar diakui oleh dokter yang reputasinya terjamin, sebelum diadakan operasi pengambilan organ
v  Resipien organ tersebut sudah diberitahu tentang operasi transplantasi berikut implikasinya.[6]






                         III.            KESIMPULAN
Dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa diperbolehkan mentransplantasikan organ dari satu bagian ke bagian lain dari tubuh yang sama asalkan dapat dipastikan bahwa keuntungan yang diperboleh dari prosedur ini lebih besar dari pada efek buruk yang ditimbulkannya. Selain itu ditetapkan pula bahwa prosedur ini boleh dilaksanakan untuk tujuan mengganti salah satu organ yang hilang, atau memperbaiki bentuknya, atau mengembalikan fungsinya, atau memperbaiki yang rusak atau menghilangkan bentuk yang cacat yang merupakan sumber penderitaan batin maupun sakit fisik.














DAFTAR PUSTAKA


Mahsin, Abu al fadl. Telaah fikih dan Biotika Islam. 2004. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.
Yasin, Nu’aim, Fiqih kedokteran. 2001. Jakarta: Pustaka al Kautsar.
Zuhdi, Masfuk. Masail Fiqhiyyah. 1997. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung.


























[1] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyyah ( Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1997) hlm. 86
[2] Ibid.  hlm. 87
[3] Abu al fadl Muhsin, Telaah fiqh dan Biotika Islam, ( Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. 2004) hlm. 84
[4] Ibid. hlm.85
[5] Masyfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyyah ( Jakarta: PT Toko Gungung Agung, 1997) hlm. 90
[6] Dr. M. Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran ( Jakarta: Pustaka Alkautsar, 2001) hlm. 162