Ahmad Rifa’i sebagai figur
mujtahid tidak terlepas dengan garis pemikiran-pemikiran radikal. Beliau
mencoba memikirkan ulang teologi paten yang berlaku di kalangan Sunni. Dengan
tegas ia mengusung pemikiran “Rukun Islam Satu” ketengah masyarakat. Dengan
tegas ia membedakan antara rukun yang menjadi standar baku diakuinya seseorang
sebagai muslim dan kewajiban yang menjadi pakaian kesempurnaan bagi umat
Muslim. Ahmad Rifa’i memikirkan hal
tersebut tidak terlepas dari suasana konteks sejarah pada masa itu yang
masyarakatnya masih membutuhkan pengakuan identitas manusia sebagai umat Islam
yang utuh, walau kadang mereka tidak shalat, zakat, puasa, dan haji.
Ahmad Rifa’i melihat seseorang sebagai seorang
Muslim, hanya dengan ketentuan tanda membaca dua kalimat syahadat. Pemikiran
itu lahir karena masyarakat masih belum bisa sepenuhnya melakukan
perintah-perintah fiqh tetapi tidak menutup kemungkinan mereka telah memiliki
unsur-unsur keislaman secara kebudayaan, peradaban, dan moralitas akhlaqi.
Sudah menjadi kebiasaan sejarah pemikiran, Ahmad Rifa’i yang beda dari mainstream
ini menemukan picu api konflik di mana-mana, khususnya pasca fase generasi
murid kedua. Ahmad Rifa’i berualang kali dipenjara, dituduh mengajarkan ajaran
sesat, dibuang di Ambon, Manado. Murid-muridnya pun ikut menikmati
penghinaan-penghinaan yang berimbas dari pemikiran-pemikiran yang kontroversial.
Dalam bidang fiqh, pemikiran Ahmad Rifa’i memakai logika realitas dari
pada normative. Ia lebih mementingkan kepentingan masyarakat banyak dari
pada harus susah-susah memperjuangkan nilai-nilai normative textual yang
ada pada penafsiran ulama’ salaf.
Dalam bidang tasawuf, Ahmad Rifa’i lebih senang merumuskan tasawuf
akhlaqi dari pada tasawuf falsafi, karena tasawuf akhlaqi dianggap lebih sesuai
dan lebih mudah untuk diamalkan untuk kalangan masyarakat awam.[1]
Pada dasarnya pada abad-abad ketiga dan keempat Hijriah, tasawuf adalah
ilmu tentang moral agama (Islam). Jelas, sebab aspek moral tasawuf pada masa
itu berkaitan erat dengan pembebasan jiwa, klasifikasinya, uraian kelemahannya,
penyakitnya, ataupun jalan keluarnya. Dan karenanya dapat dikatakan bahwa
tasawuf pada masa itu ditandai ciri-ciri psikologis, disamping ciri-ciri moral.
Bahkan ditegaskan, bahwa pembahasan moral di kalangan para sufi pada masa itu
berdasarkan analisis terhadap jiwa manusia, dalam upayanya untuk mengetahui
moral yang tercela. Penyempurnaan moral, menurut mereka, harus dengan jalan
menggantikan moral yang tercela dengan moral yang terpuji.
Disamping itu banyak tokoh-tokoh sufi lain yang membahas moral
diantaranya: Asy-Syuhrawardi al-Baghdadi, Al-Thusi, al-Kalabadzi, dan lainnya.
Semua sufi abad ke-3 dan ke-4 Hijriah menaruh perhatian terhadap pembahasan
moral maupun hal-hal yang berkaitan dengannya, seperti latihan jiwa, taubat,
kesabaran, ridha, tawakal, taqwa, rasa takut, rasa heran, cinta, ingat Allah,
jiwa dan penyakit-penyakitnya, dan tingkah laku maupun etika serta
fase-fasenya.[2]
Selain para tokoh tasawuf yang memang fokus dibidang tasawuf sebagaimana
tersebut di atas, terdapat juga beberapa tokoh yang bukan tokoh tasawuf murni
tetapi memiliki sumbangan pemikiran dibidang tasawuf seperti: KH. Ahmad Rifa’i,
dalam karyanya yang berjudul Asnal Miqoshod. Selain itu KH. Ahmad Rifa’i juga sudah mengarang
beberapa kitab yang bertuliskan Arab namun berbahasa Jawa tidak kurang dari 65
judul kitab yang dimulai pada tahun 1254-1275 H. Kitab-kitab tersebut sebagian
tersimpan di perpus Universitas Leiden Belanda, seperti kitab Ri’ayat
al-Himmah, Nazham Kaifiyah, Abyan Al-Hawaij, dan Husn al-Mithalab.[3]
Pembahasan tasawuf KH. Ahmad Rifa’i berisi mengenai
tahalli, takhalli, serta kondisi puncak (ahwal) berupa khouf, mahabbah, dan
ma’rifat. Tahalli (pengisian diri dengan sifat terpuji) KH. Ahmad Rifa’i
berjumlah delapan yakni zuhud, qona’ah, sabar, tawakal, mujahadah, ridha,
syukur, dan ikhlas. Sedangkan takhallinya (pengosongan dari sifat tercela) ada
delapan yaitu hubbudunya, thoma’, ittibaul hawa, ujub, riya, takabur, hasud,
dan sum’ah.[4]
Dalam kondisi ma’rifat, titik beratnya adalah pengetahuan
yang secara langsung diberikan Allah kepada seseorang tanpa melalui usaha.
Disini Rifa’I terlihat memiliki
kesesuaian dengan pandangan Al-Ghazali ketika menjelaskan ma’rifat dalam
konteks yang sama. Dalam hal ini, Al-Ghazali menyatakan bahwa orang yang telah
dibukakan pengetahuan dengan jalan ilham ke dalam hatinya, maka ia telah
mencapai ma’rifat, yakni suatu derajat yang amat tinggi. Ia mengutip ungkapan
Abu Yazid yang menyatakan bahwa orang yang berilmu adalah mereka yang
mendapatkannya dari Tuhannya kapan saja ia mau tanpa menghafal / mempelajarinya
dan inilah yang disebut dengan ilmu rohani. Dengan tasawuf akan dapat diperoleh
hasil yang tidak didapat dicapai oleh ilmu lain.[5]
Disisi akhlak, orang banyak mengkritik Al-Ghazali dalam
segi hafalnya. Sebab akhlak hamba, menimbulkan rasa rendah diri, bersifat tidak
dinamis. Tetapi dengan mengesampingkan kekurangan-kekurangannya, ada pula yang
berpendapat bahwa Al-Ghazali sesungguhnya pembentuk utama akhlak (akhlak
agama). Banyak perdebatan mengenai hakikat akhlak terpuji dan penjelasan atas
batas-batasnya. Banyak perdebatan yang kontroversial mengenai sebagian buahnya,
tetapi tidak dapat meliputi keseluruhannya secara terperinci. Jika kita dapat
memahami dengan baik dua istilah al-kholqu dan al-khuluq, maka hakikatnya akan
kita dapat yaitu berupa hubungan yang erat. Al-kholqu berarti lahir dan al-khuluq
berbentuk batin.
Berawal dari itu, penulis hendak menganalisis pemikiran
KH. Ahmad Rifa’i dalam kitab Asnal Miqoshod Jilid II tentang pendidikan tasawuf
yang meliputi: tujuan pendidikan tasawuf, metode pendidikan tasawuf, serta
kurikulum pendidikan tasawuf melalui skripsi yang berjudul “Pemikiran
Pendidikan Tasawuf Menurut KH. Ahmad Rifa’i (Studi Analisis Kitab Asnal
Miqoshod Jilid II)”.
Akhirnya, penulis berharap skripsi ini merupakan wujud
kepedulian terhadap salah satu pahlawan nasional yaitu KH. Ahmad
Rifa’i, serta dapat diterapkan dalam lingkungan pendidikan baik pendidikan
formal maupun informal.
B.
Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar
belakang di atas, penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa latar belakang
munculnya pemikiran pendidikan tasawuf KH. Ahmad Rifa’i ?
2. Bagaimana pemikiran
pendidikan tasawuf KH. Ahmad Rifa’i ?
3. Apa relevansi pemikiran
pendidikan tasawuf KH. Ahmad Rifa’i dengan perkembangan ilmu tasawuf sekarang?
Adapun penegasan istilah
dalam judul skripsi tersebut dapat diterangkan sebagai berikut:
1. Pemikiran pendidikan
tasawuf menurut KH. Ahmad Rifa’i, maksudnya
pemikiran yang berkaitan dengan pendidikan tasawuf KH. Ahmad Rifa’i yang
menyangkut biografi, setting sosial, tujuan pendidikan tasawuf, kurikulum
pendidikan tasawuf, serta metode pendidikan tasawuf.
2. Studi analisis kitab
Asnal Miqoshod Jilid II, maksudnya bahwa penelitian ini menggunakan teknik
analisis, dimana suatu penelitian dianalisis untuk dicari kelebihan dan
kelemahannya.
C.
Tujuan Penilitian.
Dalam hal ini tujuan
penelitiannya adalah:
1. Untuk mengetahui setting
sosial yang menjadi latar belakang pemikiran pendidikan tasawuf KH. Ahmad
Rifa’i.
2. Untuk mengetahui
pemikiran pendidikan tasawuf KH. Ahmad
Rifa’i dalam kitab Asnal Miqoshod Jilid II.
3. Untuk mengetahui
relevansi pemikiran pendidikan tasawuf KH. Ahmad Rifa’i dengan perkembangan
ilmu tasawuf sekarang.
D.
Kegunaan Penelitian.
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1. Memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan
baik formal, non formal, maupun informal tentang pemikiran pendidikan tasawuf
yang dicetuskan KH. Ahmad Rifa’i.
2. Mengaplikasikan pemikiran pendidikan
tasawuf KH. Ahmad Rifa’i dalam dunia
pendidikan khususnya, dibidang lain pada umumnya.
E.
Tinjauan Pustaka.
Pada mulanya hidup
kerohanian dijadikan pengendali jiwa dalam menempuh hidup untuk mencari
keridhaan Allah, supaya tidak terpedaya oleh pengaruh kebendaan. Lama kelamaan
hidup kerohanian menjadi alat untuk mencapai hakikat ketuhanan dengan mengenal
Allah dengan sebenar-benarnya.[6]
Jika
kita memperhatikan kehidupan Nabi Muhammad Saw. dalam mencapai hakikat
ketuhanan, sebelum menjadi rasul maupun sesudah menjadi rasul, maka dapatlah
kita melihat Nabi Muhammad Saw. sebagai sufi.
Sebelum
beliau menjadi rasul, Nabi Muhammad Saw. suka menyendiri, berkholwat di gua
Hiro. Di sana beliau melatih diri mengasah jiwanya. Ia berfikir, memperhatikan,
keadaan alam semesta dan suasananya.
Sesudah
beliau menjadi rasul, Nabi Muhammad Saw. tetap meneruskan perjuangan
(mujahadah),mendekatkan diri kepada Allah (muroqobah), beliau berdzikir,
bertaubat/ istighfar, tahajud, dan munajat, yang dengan jalan ini beliau dapat
mencapai hakikat ketuhanan.
Tak
dapat di pungkiri lagi, pendidikan tasawuf sangat diperlukan bagi kehidupan
seseorang baik di dunia maupun kelak di akherat. KH. Ahmad Rifa’i juga sadar
tentang perlunya pendidikan tasawuf, maka dari itu beliau memberikan sumbangsih
pemikiran pendidikan tasawuf dalam kitab Asnal Miqoshod Jilid II yang akan
penulis analisis melalui skripsinya.
Karya
lain yang berkaitan dengan pemikiran KH. Ahmad Rifa’i yang penulis temukan
antara lain:
a)
Skripsi karya Khaerul Khakim (2006) dengan judul “Telaah Kitab Ri’ayah
al-Himmah KH. Ahmad Rifa’i Dengan Undaang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
No.20 Tahun 2003 (Suatu Studi Perbandingan)”.
Skripsi ini membandingkan
antara pemikiran pendidikan KH. Ahmad Rifa’i dalam kitab Riayah al Himmah
dengan UUSPN No.20 Tahun 2003 dalam tujuan pendidikan, pendidik/ guru, peserta
didik, dan kurikulum yang terdapat persamaan dan peerbedaan yang dapat saling
melengkapi dan mendukung untuk mencapaitujuan pendidikan Islam dan pendidikan
nasional.
b)
Buku karya Dr. Mukhlisin Sa’ad (2004) dengan judul ”Mengungkap Gerakan
Dan Pemikiran Syaikh Ahmad Rifa’i”. Beliau mencoba membahas masalah-masalah
keagamaan dalam kitab-kitab karangan As-Syaikh yang mencakup ushul, fiqih, dan
tasawuf.
c)
Dr. Ahmad Djamil (2001) menyelesaikan studi melalui karyanya yang
berjudul “Perlawanan Kyai Desa: Pemikiran Dan Gerakan Islam KH. Ahmad Rifa’i
Kalisalak”. Karya tersebut mengungkapkan gerakan sosial KH. Ahmad Rifa’i dari
berbagai aspek yakni: ideologi, politik, sosial budaya, dan segi hubungan antar
gerakan.
F.
Metodologi Penelitian.
1.
Pendekatan dan Jenis Penelitian.
Penelitian dengan judul “PEMIKIRAN PENDIDIKAN TASAWUF
MENURUT KH. AHMAD RIFA’I (Studi Analisis Kitab Asnal Miqoshod Jilid II)”
menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi pustaka
(library research) murni. Studi ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan
informasi dengan bantuan-bantuan material seperti: buku, majalah, naskah,
catatan, kisah sejarah, dokumen, dan lain-lain.[7]
Cara kerja studi pustaka adalah dengan cara menelusuri
literatur yang ada serta menelaahnya secara intensif agar peneliti dapat
mengungkapkan buah pikiran dari pendapat orang lain secara lebih sistematis,
kritis, dan analitis.[8]
Penelitian kualitatif dikatakan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati.[9]
2.
Sumber Data.
Penelitian ini menggunakan sumber data yaitu data primer
dan data sekunder. Data primernya adalah Kitab Asnal Miqoshod Jilid II, karya
KH. Ahmad Rifa’i. Adapun data sekundernya adalah dari berbagai kitab, buku,
majalah, surat kabar, dokumen serta sumber lainnya yang terkait.
3.
Metode Pengumpulan Data.
Metode pengumpulan data dimulai dengan cara membaca dan
mengkaji kitab karya KH. Ahmad Rifa’i yang berjudul Asnal Miqoshod Jilid II,
kemudian juga beberapa sumber kitab, buku, dokumen, serta sumber lainnya yang
terkait. Langkah selanjutnya bahan-bahan tersebut ditelaah secara kritis,
analitis, dan mendalam.
4.
Teknis Analisis Data.
Tahap selanjutnya yaitu menganalisis data dengan cara:
a)
Analisis Historis, yaitu teknis analisis dengan cara penelaahan dokumen
serta sumber-sumber lain yang berisi informasi mengenai masa lampau dan
dilaksanakan secara sistematis.[10]
b)
Analisis Deskriptif, yaitu bertujuan memberikan predikat kepada variabel
yang diteliti sesuai dengan tolak ukur yang sudah ditentukan.[11]
Analisis ini hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan
menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami
dan disimpulkan.[12]
c)
Content Analysis (kajian isi), yaitu analisis ilmiah tentang isi pesan
suatu komunikasi. Kajian isi juga berarti suatu teknik yang digunakan untuk
menarik kesimpulan melalui usaha menentukan karakteristik pesan dan dilakukan
secara obyektif dan sistematis.[13]
Hal ini dapat berupa kritik eksternal maupun internal.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali. 1385. al-Munqidz min
al-Dhalal, Abdul Hakim Mahmud, ed. Dar al-Kutub.
Al-Taftazani, Abu al-wafa
al-Ghanimi. 1997. Sufi dari Zaman ke Zaman. Bandung: Penerbit Pustaka Tim
Penyusun. 2003.
Anwar, Saefudin. 1999. Metode
Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, Suharsimi.
1995. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamil, Abdul. 2002. Perlawanan
Kiai desa, Pemikiran dan Gerakan Islam KH. Ahmad Rifa’i Kalisalak.
Yogyakarta: Lkis.
Kartono, Kartini. 1983.
Pengantar Metode Research Sosial. Bandung: Alumni.
Majalah
Ukhuwah (edisi perdana). Yogyakarta.
Maleong, Lexy J. 1988. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Moh. Nazir. 1988. Metode
Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Muhajir, Neong. 1996. Metode
Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rakerasin.
Zuhri,
Mustofa. 1995. Kunci MemahamiIlmu Tasawuf. Surabaya: Bina Ilmu.
[1] Tim Penyusun, Majalah Ukhuwah
(edisi perdana), Yogyakarta, 2003, h. 38-39
[2] Abu al-wafa al-Ghanimi
al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, Bandung: Penerbit Pustaka, 1997,
h. 100
[3] Kontak, edisi 120 /Tahun III/ 9
Juli-15 Juli 2005, h. 62
[4] Abdul Djamil, Perlawanan Kiai
desa, Pemikiran dan Gerakan Islam KH. Ahmad Rifa’i Kalisalak, Yogyakarta:
Lkis, 2002, h. 168
[5] Al-Ghazali, al-Munqidz min
al-Dhalal, Abdul Hakim Mahmud, ed, Dar al-Kutub, 1385, h. 124
[6]
Mustofa Zuhri, Kunci
MemahamiIlmu Tasawuf, Surabaya: Bina Ilmu, 1995, h.26
[7] Kartini Kartono, Pengantar Metode Research Sosial,
Bandung: Alumni, 1983, h.28
[8] Moh. Nazir, Metode Penelitian, Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1988, h. 68
[9] Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif,
Bandung: Remaja Rosdakarya,1988, h. 3
[10] Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian,
Jakarta: Rineka Cipta, 1995, h. 332
[12] Saefudin Anwar, Metode Penelitian,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999, h. 6
[13] Neong Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif,
Yogyakarta: Rakerasin, 1996, h. 49
0 komentar:
Post a Comment