Pada akhir-akhir ini sering terjadi pelanggaran
terhadap hak cipta dalam bidang ilmu,seni dan sastra, pelanggaran terhadap hak
cipta terutama yang berupa pembajakan buku-buku, kaset-kaset yang berisimusik
dan lagu, dan film-film dari dalam dan luar negri, sudah tentu menimbulkan
kerugian yang tidak sedikit, tidak hanya menimpa pada pemegang hak cipta
(pengarang, penerbit, pencipta musik, perusahaan film, dll)melainkan juga
Negara yang dirugikan, karena tidak memperoleh pajak penghasilan atas
keuntungan yang diperoleh dari pembajak tersebut.dari makalah ini kami akan
membahas hak cipta menurut hokum islam.
I.
UU Yang mengatur tentang Hak Cipta.
Pembajakan
terhadap intelektual property, dapat mematikan gairah kreativitas para pencipta
untuk berkarya , yang sangat diperlukan untuk kecerdasan kehidupan bangsa dan
akselerasi pembangunan Negara. Demikian pula pembajakan terhadap Hak Cipta
dapat merusak tatanan sosial, ekonomi dan hokum dinegara kita, karena itu tepat
sekali telah diundangkan UU No 6 Tahun 1982 tentang hak cipta yang dimaksudkan
untukmelindungi hak cipta dan membangkitkan semangat dan minat yang lebih besar
untuk melahirkan ciptaan baru dibidang ilmu, seni dan sastra.
Namun
di dalam pelaksanaan undang-undang tersebut masih banyak terjadi
pelanggaran-pelanggaran terhadap hak cipta, berdasarkan laporan dari berbagai
Asosiasi profesi yangberkaitan erat dengan hak cipta di bidang buku dan
penerbit, musik dan lagu, film dan rekaman video, dan computer, bahwa
pelanggaran terhadap hak cipta masih tetap berlangsung, bahkan semakain meluas
sehingga sudah mencapai tingkat yang membahayakan dan mengurangi kreatifitas
untuk menciptakan, serta dapat embahayakan sendi-sendi kehidupan masyarakat
dalam arti seluas luasnya.
Karena
itu lahirlah UU. No 7 Tahun 1987 tentang hak cipta yang dimaksudkan untuk
memperbaiki dan menyempurnakan materi UU No 6 tahun 1982 tentang hak cipta agar
lebih mapu memberantas / menangkal pelanggaran –pelanggaran terhadap hak cipta
Dengan
klasifikasinya pelanggaran terhadap hak cipta sebagai tindak pidana biasa,
berarti bahwa tindakan Negara terhadap para pelanggar hak cipta tidak lagi
semata-mata didasarkan atas pengaduan dari pemegang hak cipta, tindakan Negara
akan dilakukan baik atas pengaduan pemegang hak cipta yang bersangkutan maupun
atas dasar laporan / informasi dari pihak lainnya, oleh karena itu aparatur
penegak hokum diminta untuk bersukap lebih aktif dalam mengatasi pelanggaran
hak cipta itu.[1]
B.
Hak Cipta Menurut Pandangan Islam dan Dasar Hukumnya
Di
dalam Al-Qur’am terdapat beberapa ayat yang mewajibkan penyebarluasan ilmu dan
ajaran Agama seperti dalam surat Al Ma;idah ayat 67 dan yusuf ayat 108, dan
disamping itu terdapat pula beberapa
ayat yang melarang (haram), mengutuk dan mengancam dengan azab neraka pada hari
akhir nanti kepada orang-orang yang menyembunyikan ilmu, ajaran agama, dan
mengkomersilsalkan agama untuk kepentingan kehidupan duniawi, seperti dalam
Surat Ali Imran ayat 187, Al Baqarah ayat 159-160, dan ayat 174-175.
Kelima
ayat dari surat
Ali Imran dan Al Baqarah tersebut menurut historisnya memang berkenaan dengan
ahlul kitab (yahudi dan Nasrani). Namun, sesuai dengan kaidah hokum islam:
Yang
dijadikan pegangan adalah keumuman lafalnya (redaksi), bukan kekhususan
sebabnya.
Maka
peringatan dan ketentuan hukum dari kelima ayat tersebut diatas juga berlaku bagi umat islam.Artinya umat
islam wajib menyampaikan ilmu dan ajaran agama (da’wah Islamiyah) kepada
masyarakat dan haram menyembunyikan ilmu dan ajaran agama, dan mengkomersilakn
agama untuk kepentingan duniawi semata.[2]
Demikian
pula terdapat beberapa hadits yang senada dengan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut
diatas, antara lain Hadis Nabi riwayat Abu Dawud, al Tirmidzi,al-Hakim dan Abu Hurairah r.a:
Barang siapa ditanyakan tentang
sesuai ilmu, lalu ia menyembunyikanya. Maka ia akan diberi pakaian kendali pada
mulutnya dari api neraka pada hari kiamat.[3]
Yang
dimaksud dengan ilmu wajib yang dipelajari dan wajib pula disebarluaskan, ialah
pokok-pokok ajaran islam tentang kaidah, ibadah, mualamalh, dan akhlak. Diluar
itu, hukumnya bisa jadi fardhu kifayah, sunnah, atau mubah, tergantung pada
urgensinya bagi setiap individu dan umat.[4]
Mengenai
hak cipta seperti karya tulis, menurut
pandangan isalm tetap pada penulisnya, sebab karya tulis itu merupakan
hasil usaha yang halal melalui kemampuan berfikir dan menulis, sehingga karya
tulis itu menjadi hak milik pribadi. Karena itu karya tulis itu dilindungi
hokum, sehingga bisa dikenakan sanksi hukuman terhadap siapapun yang berani
melanggar hak cipta seseorang. Misalnya, dengan cara pencurian, penyerobotan,
penggelapan, pembajakan, plagiat dan sebagainya.
Islam
sangat menghargai karya tulis yang bermanfaat untuk kepentingan agama dan umat,
sebab ia termasuk amal soleh yang pahalanya terus menerus bagi penulisnya, sekalipun ia telah meninggal
sebagaimanahadis Nabi riwayat bukhori dan lain-lain dari Abu Hurairah r,a
.
Apabila manusia telah meninggal
dunia, terputuslah amalnya, kecuali tiga, ialah; ssedekah jariyah(wakaf0, ilmu
yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan dia.[5]
Karena hak cipta itu merupakan
milik pribadi, maka agama melarang orang yang tidak berhak, memfoto copy, baik untuk kepentingan pribadi maupun
untuk kepentingan bisnis. Demikian pula menerjemahkannya kedalam bahasa lain dan
sebaginya dilarang kecuali dengan izin penulisnya atau penerbit yang diberi hak
untuk menerbitkanya.
Perbuatan
memfoto copy , mencetak, menterjemahkan, membaca dan sebaginya terhadap karya
tulis seseorang tanpa izin penulis sebagai pemilik hak cipta atau ahli warisnya
yang sah atau penerbit yang diberi wewenang
oleh penulisnya, adalah perbuatan tidak etis dan dilarang oleh islam,
sebab perbuatan semacam itu bisa termasuk kategori “pencurian’ kalau dilakukan
secara sembunyi- sembunyi dan diambil dari tempat penyimpanan karya tulis itu,
atau disebut “perampasan / atau perampokan” kalau dilakukan dengan
terang-terangan dan kekerasan, atau ‘pencopetan”kalau dialakukan dengan
sembunyi-sembunyi dan diluar tempat penyimpanannya yang semestinya, atau
“penggelapan/khianat” kalau dilakukan dengan melanggar amanat / perjanjiannya,
misalnya penerbit mencetak 10.000 eksemplar padahal menurut perjanjian hanya
mencetak 5000 eksmplar,atau ghashab kalau dilakukan dengan cara dan motif
selain tersebut diatas.
Adapun
dalil-dalil syar’I yang dapat dijadikan dasar melarang pelanggaran hak cipta
dengan perbuatan-perbuatan tersebut diatas antara lain sebagi berikut :
1.
Al Qur’an Surat
Al baqoroh aayat 188 :
Janganlah
sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil.
2.
Hadis Nabi riwayat al-Darrukudni dari anas9hadis marfu);
Tidak
halal harta milik seorang muslim kecuali dengan kerelaan hatinya.[6]
Islam
menghormati hak milik pribadi, tetapi hak milik pribadi itu bersifat sosial,
karena hak milik pribadi pada hakekatnya adalah hak milik allah yang
diamanatkan kepada orang yang kebetulan memilikinya, karenanya karya tulis
itupun harus bisa dimanfaatkan oleh umat, tidak oleh dirusak, dibakar, atau
disembunyikan oleh penulisnya.[7]
Penulis
atau penerbit tidak dilarang oleh agama mencantumkan ‘Dilarang mengutip
dan/atau memperbanyak dalam bentuk
apapun bila tidak ada izin tertulis dari penulis/penerbit”. Sebab pernyataan
tersebut dilakukan hanya bertujuan untuk melindungi hak ciptanyadari usaha
pembayakan.plagiat dan sebaginya yang menurut peraturan perundang-undangan di
negara kita juga dilindungi. Jadi pernyataan tersebut jelas bukan bermaksud
untuk menyembunyikan ilmunya, sebab siapapun dapat memperbanyak, mencetak, dan
sebagainya setelah mendapatkan izin atau mengadakan perjanjian dengan
penulis/ahli waris atau penerbitnya.
Karena
hak cipta itu bisa menghasilkan uang dan karya tulis itu termasuk profesi yang
halal dan mulia, maka penghasilan yang diperoleh dari hak cipta atas karya tulisnya itu wajib dizakati, apabila
telah mencapai nisob dan haulnya (jatuh temponya). Kewajiban zakat atas hasil
profesi itu berdasarkan dalil-dalil syar’I yang cukup jelas dan pasti antara
lain :
1. Surat Al Baqoroh ayat 267
2. Surat At-Taubah ayat 103
3. Al- Hasyr ayat 7
KESIMPULAN
Pembajakan terhadap intelektual
property, dapat mematikan gairah kreativitas para pencipta untuk berkarya ,
yang sangat diperlukan untuk kecerdasan kehidupan bangsa dan akselerasi pembangunan
Negara. UU yang mengatur tentang hak cipta adalah UU No.6 Tahun 1982 dan UU No.
7 Tahun 1987.
Mengenai
hak cipta seperti karya tulis, menurut pandangan islam tetap pada penulisnya,
sebab karya tulis itu merupakan hasil usaha yang halal melalui kemampuan berfikir dan menulis,
sehingga karya tulis itu menjadi milik pribadi.
[1]
Vide UU No.7 Th 1987 tenteng Hak Cipta beserta keterangan pemerintah duhadapan
siding paripurna DPR RI juni 1987 mengenai RUU tentang perubahan
UU No 6 Tahun 1982 tentang hak cipta,PY Arnas Duta Jaya
[2]
Vide rasyid Ridho, Tafsir al-manar, vol II, Cairo , darul manar 1967 H hlam 51
[3]
Vide Muhammad Ahmad al-Adawi, miftahul Khitabah wal’wa’dzi, cairo istiqomah.1952, hlm 12-15
[4]
Ibnu al Diba’ al-zabidi, taisirul wusul il jami’Ushul,vol.III, cairu, Mustafa
al-babi al Halabi wa Auladuh,1934,hlm 153
[5]
Vide Al jami’ al-Shaghir,vol.I,cairo ,
mustofa al-halabi wal auladah.1339 H.hlm 35
[6]
Vide Sayid sabiq,fiqh al-sunnah vol III,Libanon, Darul Fikar,1981,halm 236-237
[7]
Vide Masifuk Zuhdi, Studi Islam,Vol III, Jkarta, rajawali pres 1988, hal85-89
0 komentar:
Post a Comment