Mengkaji
hukum asuransi menurut syariat Islam sudah tentu dilakukan dengan menggunakan
metode ijtihad (reasoning/exercise of
judgement) yang lazim dipakai oleh ulama mujtahidin dahulu. Dan diantara
metoda ijtihad yang mempunyai banyak peranan di dalam mengistinbat-kan masalah
baru yang tidak ada nashnya di dalam Al Quran dan Hadits adalah masalah
mursalah atau isthislah (public good)
dan qiyas (analogical reasoning)[1]
Pengertian Asuransi
Dalam
ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa asuransi ialah jaminan atau
pertanggungan yang di berikan oleh penanggung (biasanya kantor asuransi) kepada
yang tertanggung untuk resiko kerugian sebagai yang ditetapkan dalam surat
perjanjian (polis) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan dan sebagainya
atau mengenai kehilangan jiwa (kematian) atau kecelakaan lainnya, dengan yang
tertanggung membayar premi sebanyak yang ditentukan kepada penanggung tiap-tiap
bulan.
Abbas
Salim memberi pengertian, bahwa asuransi ialah suatu kemauan untuk menetapkan
kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai (substitusi)
kerugian-kerugian besar yang belum pasti.
Dari
pengertian diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa orang yang bersedia membayar
kerugian yang sedikit pada masa sekarang agar dapat menghadapi
kerugian-kerugian besar yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang.[2]
Kalau
kita perhatikan tujuan dari semua macam asuransi itu, maka pada prinsipnya
pihak perusahaan asuransi memperhatikan tentang masa depan kehidupan keluarga,
pendidikannya dan termasuk jaminan hari tua. Demikian juga perusahaan asuransi
turut memikirkan dan berusaha untuk memperkecil kerugian yang mungkin timbul
akibat resiko dalam melaksanakan kegiatan usaha baik terhadap kepentingan pribadi
atau perusahaan.
Asuransi
dalam Sudut Pandang Hukum Islam
Mengingat
masalah asuransi ini sudah memasyarakat di Indonesia ini dan di perkirakan
ummat Islam banyak terlibat didalamnya maka perlu juga dilihat dari sudut
pandang agama Islam.
Di
kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang yg
melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari rahmat Allah.
Allah-lah
yg menentukan segala-segalanya dan memberikan rezeki kepada makhluk-Nya
sebagaimana firman Allah SWT:
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إِلا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا
Yang artinya “Dan tidak ada
suatu binatang melata pun dibumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.”
(QS Hud: 6)
Firman
Allah:
أَمَّنْ يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَمَنْ يَرْزُقُكُمْ
مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ
Yang Artinya“…dan siapa yang memberikan rezeki
kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan ??” (QS
an-Naml: 64)
Firman Allah:
وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا
مَعَايِشَ وَمَنْ لَسْتُمْ لَهُ بِرَازِقِينَ
Yang Artinya “Dan
kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keperluan hidup dan
makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.’’
(QS
al-Hijr: 20)
Dari
ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya telah menyiapkan
segala-galanya untuk keperluan semua makhluk-Nya termasuk manusia sebagai
khalifah dimuka bumi. Allah telah menyiapkan bahan mentah bukan bahan matang.
Manusia masih perlu mengolahnya mencarinya dan mengikhtiarkannya. Orang yang
melibatkan diri kedalam asuransi ini adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk
mengahadapi masa depan dan masa tua. Namun karena masalah asuransi ini tidak
ada dijelaskan secara tegas dalam nash maka masalahnya dipandang sebagai
masalah ijtihadi yaitu masalah perbedaan pendapat dan sukar dihindari dan
perbedaan pendapat tersebut juga mesti dihargai.[3]
Perbedaan
Pendapat para Fuqoha Mengenai Asuransi
1. Asuransi itu haram dalam segala
macam bentuknya, termasuk asuransi jiwa.
Pendapat
ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii, Yusuf Qardhawi dan
Muhammad Bakhil al-Muth’i .
Alasan-alasan
yang mereka kemukakan ialah:
a.
Asuransi sama dengan judi
b.
Asuransi mengandung ungur-unsur tidak
pasti
c.
Asuransi mengandung unsur riba/renten
d.
Asurnsi mengandung unsur pemerasan karena
pemegang polis apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya akan hilang
premi yang sudah dibayar atau di kurangi
e.
Premi-premi yang sudah dibayar akan
diputar dalam praktek-praktek riba
f.
Asuransi termasuk jual beli atau tukar
menukar mata uang tidak tunai
g.
Hidup dan mati manusia dijadikan objek
bisnis dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah
2. Asuransi di perbolehkan dalam
praktek seperti sekarang.
Pendapat
kedua ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa, Muhammad
Yusuf Musa dan Abd. Rakhman Isa .
Mereka
beralasan:
a.
Tidak ada nash yang melarang
asuransi.
b.
Ada kesepakatan dan kerelaan kedua
belah pihak.
c.
Saling menguntungkan kedua belah
pihak.
d.
Asuransi dapat menanggulangi
kepentingan umum sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan untuk
proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
e.
Asuransi termasuk akad mudhrabah
f.
Asuransi termasuk koperasi .
g.
Asuransi di analogikan dengan sistem
pensiun seperti taspen.
3.
Asuransi yg
bersifat sosial di perbolehkan dan yg bersifat komersial diharamkan.
Pendapat
ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah.
Alasan
kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat
komersial dan sama pula dengan alasan kelompok kedua dalam asuransi yang
bersifat sosial . Alasan golongan yang mengatakan asuransi syubhat adalah karena
tidak ada dalil yang tegas haram atau tidak haramnya asuransi itu.[4]
Dari
uraian di atas dapat dipahami bahwa masalah asuransi yang berkembang dalam
masyarakat pada saat ini masih ada yang mempertanyakan dan mengundang
keragu-raguan sehingga sukar untuk menentukan yang mana yang paling dekat
kepada ketentuan hukum yang benar. Sekiranya ada jalan lain yang dapat ditempuh
tentu jalan itulah yang pantas dilalui. Jalan alternatif baru yang ditawarkan adalah asuransi menurut
ketentuan agama Islam.
Dalam
keadaan begini sebaiknya berpegang kepada sabda Nabi Muhammad SAW:
“Tinggalkan
hal-hal yang meragukan kamu kepada hal-hal yang tidak meragukan kamu.”
Asuransi
menurut ajaran agama Islam yang sudah mulai digalakkan dalam masyarakat kita di
Indonesia ini sama seperti asuransi yang sudah ada selama ini pada PT. Asuransi
Bumi Putera Asuransi Jiwasraya dan asuransi lainnya.
DAFTAR
RUJUKAN
·
Hasan, Ali.M, Masail Fiqhiyah ‘’ Zakat,
Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan’’, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.
·
Rahmat
Blog 2005 – 2009 ‘’ sumber
file al_islam.chm’’
0 komentar:
Post a Comment