Perkataan bedah
mayat, di maksudkan oleh Dokter Arab
dengan istilah,
تشريح جثث الموتى selanjutnya dapat
dirumuskan definisinya sebagai berikut : Bedah mayat adalah suatu upaya team
dokter ahli untuk membedah mayat, karena dilandasi oleh sesuatu maksud atau
kepentingan-kepentingan tertentu.
- Motivasi Pembedahan Mayat
Ada
beberapa motivasi yang melandasi, sehingga diadakan pembedahan mayat, antara
lain :
a.
Untuk menyelamatkan janinyang masih hidup dalam rahim
mayat.
Untuk mengatasi suatu kesulitan yang di alami oleh
manusia, harus menggunakan akal-pikiran yang di sebut ijtihad dalam Islam, yang
hasilnya selalu diperuntukkan kepada kemaslahatan umat, dengan ketentuan bahwa
kemaslahatan umum lebih diutamakan daripada kemaslahatan perorangan. Begitu
juga halnya kemaslahatan orang hidup lebih di utamakan daripada orang mati.
Maka apabila terjadi suatu kasus, dimana team dokter
membedah perut si mayat, yang di dalam rahimnya terdapat seorang bayi yang
masih hidup, maka dapat dilihat ketentuan hukumnya pada uraian berikut.[2]
b.
Untuk mengeluarkan benda yang berharga dari mayat.
Beberapa kasus yang sering terjadi di masyarakat, yang
dapat mempengaruhi perkembangan hukum Islam antara lain : seseorang yang
menelan permata orang lain, sehingga mengakibatkan ia meninggal. Selanjutnya,
pemilik barang tersebut menuntut agar permata itu dapat di kembalikan
kepadanya, tetapi tidak ada cara lain kecuali dengan membedah mayat itu untuk
mengeluarkan benda tersebut dari padanya.[3]
c.
Untuk keperluan penelitian Ilmu Kedokteran
Islam sangat mementingan perngembangan ilmu
pengetahuan di segala bidang kehidupan. Bertepatan pada zaman kegelapan yang
melanda benua Eropa pada waktu itu, maka bangkitlah pemikir-pemikir muslim yang
terkemuka yang mengagumkan pecinta ilmu pengetahuan di Negara Barat, antara
lain : Al-Kindy, Al-Faraby, Ibnu Sina,
Ibnu Mas’udy, Al-Wafaa, Al-Biruni dan Umar Hayyan. Namun demikian, umat
Islam di abad sesudahnya mengalami kemunduran, sedangkan bangsa-bangsa Barat
bangkit mempelajari ilmu-ilmu yang telah dirintis oleh sarjana muslim, yang
akhirnya membawa mereka kepada kemajuan di segala bidang kehidupan.[4]
Salah satu cabang ilmu pengetahuan yang ada
relevansinya dengan pembedahan mayat : yaitu ilmu anatomi, yang sebenarnya
dasar-dasarnya sudah ada dalam Al-Qur’an sejak 14 abad yang lalu. Dan konsepsi
inilah yang di kembangkan oleh sarjana muslim di abad pertengahan dan di
pelajari oleh bangsa Barat lewat penelitian ilmiah. Konsepsi tersebut berbunyi
:
... يَخْلُقُكُمْ
فِيْ بُطُوْنِ أُمَّهَتِكُمْ خَلْقًا مِّنْ بَعْدِ خَلْقٍ فِيْ ظُلُمَتٍ ثَلاَثٍ
...
Artinya:
“……Ia menciptakan kamu dalam perut
ibumu, penciptaan-penciptaan di dalam tiga kegelapan……”
Lafadz فِيْ ظُلُمَتِ
ثَلاَثٍ di
tafsirkan oleh Mufassirin di masalalu dengan tafsiran perut, rahim dan tulang
belakang. Tetapi setelah ilmu pengetahuan mengalami kemajuan, maka sebenarnya
yang di maksud dengan lafadz tersebut adalah Chorion, Amnion, dan dinding
uterus.
Ketiga bagian dalam tubuh tersebut, teleh di pelajari
oleh ahli anatomi, yang sebenarnya konsepsinya sudah ada sejak lahirnya agama
Islam di bumi ini.
Oleh karebna itu orang Islam tidak mengembangkan
konsepsi tersebutkarena menganggapnya sudah cukup karena bersumber pada Tuhan,
maka kemudian orang Barat yang mengembangkannya dengan mengambil pedoman hasil
study mereka, melalui karya-karya sarjana muslim tersebut di muka. Berarti orang
Barat tidak mempelajarinya lewat Al-Qur’an, tetapi melalui tulisan-tulisan
pemikir muslim yang hidup di abad pertengahan.[5]
- Hukum Bedah Mayat
1.
Mengenai Perusakan Anggota Badan Mayat, terdapat hadits
riwayat Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah, dari Aisyah, Nabi SAW bersabda :
كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَعَسْرِهِ
حَيَّا (رواه أ حمد)
“
Memecahkan tulang mayat (hukumnya) seperti memecahkan tulang orang hidup”. (HR.
Ahmad dari Aisyah)
Hadits riwayat Ibnu Majah dan Ummu Salamah, Nabi SAW
bersbda :
كَسْرُ عَظْمِ اْلمَيِّتِ كَعَسْرِ عَظْمِ حَيِّ فِيْ اْلاِثْمِ (رواه إتن
ما جه)
“
Memecahkan tulang mayat seperti memecahkan tulang orang hidup dalam dosanya”.
(HR. Ibnu Majah dari Ummu Salamah)
Hadits-hadits dinyatakan berkenaan dengan adanya
orang-orang yang ketika menggali kubur, mendapatkan tulang-tulang mayat, yang
kemudian di pecah-pecah. Perbuatan demikian dirasakan tidak senonoh dilakukan
kepada tulang-tulang manusia. Adapun otopsi itu untuk keperluan pendidikan
dokter, untuk praktik anatomi, untuk keperluan kehakiman di perlukan pembedahan
tubuh mayat, dapat di lakukan atas dasar kebutuhan yang mendesak, kaidah
menyatakan :
اْلحَا جَةُ تُنَزَّلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ
“ Keperluan
(yang mendesak) di dudukkan setingkat dengan darurat”.[6]
2.
Ketentuan tentang Hukum tentang Pembedahan Mayat untuk
Menyelamatkan Janin.
Di bolehkan dalam Islam membedah mayat yang didalam
rahimnya terdapat janin yang masih hidup untuk menyelamatkannya. Maka urusan
tersebut di serahkan kepada team dokter ahli untuk melaksanakannya, sekaligus
merawat janin yang sempat di selamatkan itu. Bahkan ada pendapat yang
mengatakan bahwa wajib hukumnya membedah mayat jika mengandung janin yang masih
hidup. Karena janin tersebut tidak berdaya untuk menyelamatkan dirinya, maka
orang yang hiduplah yang berkewajiban untuk menolongnya, meskipun dengan
melalui pembedahan mayat.
Tentang membedah mayat untuk menyelamatkan janin yang ada dalam rahimnya,
diterangkan oleh Abu IsAsy-Syirazy dengan mengatakan :
وَإِنْ مَاتَتْ إِمْرَ أَةُ وَفِيْ جَوْفِهَا جَنِيْنٌ حَتَى
شُقَّ جَوْ فُهَا ِلأَتَهُ إِسْتِبْقَاءُ حَيٍّ بِإِتُلاَ فِ جُزْءٍ مِنَ
اْلمَيِّت
“Dan apabila ada
seorang perempuan meninggal, padahal dalam perutnya terdapat janin yang masih
hidup, maka (wajib) di bedah perutnya. Karena cara mempertahankan kehidupan
(janin itu), ia harus dipisahkan dari mayat (ibunya)”.
3.
Ketentuan Hukum tentang Pembedahan Mayat untuk
Mengeluarkan Benda yang Berharga dari Perutnya.
Kalau
pemilik barang mengajukan tuntutannya agar barangnya yang telah di telan itu
harus kembali padanya, maka mayat itu wajib di bedah oleh team dokter ahli.
Karena hal itu berkaitan dengan hak milik orang lain, yang dapat mengganggu
mayat di alam kubur, sebab menjadi pertanyaan yang harus di jawabnya di hadapan
malaikat Munkar dan Nakir.
Selama
barang itu belum di kembalikan kepada pemiliknya, selama itu pula mayat selalu
tersiksa di kubur.
Ketentuan
hukum Islam tentang pembedahan mayat yang dalam perutnya terdapat benda
berharga, diterangkan oleh Abu Ishaaq dan Asy-Syiraazy dengan mengatakan :
وَإِنْ بَلَعَ اْلمَيِّتُ جَوْ هَزَةً لِغَيْرِهِ وَمَاتَ وَطَالَبُ
صَاحِبُهَا شُقَّ جَوْفُهَا
وَرُدَّتِ اْلجَوْ هَرَتُ وَإِنْ كَانَتِ اْلجَوْهَرَةُ لَهُ فَضِيْهِ
وَجْهَانِ أَحَدُهُمَا
يُشَقُّ ِلأَنَّهَا صَارَةْ لِلْوَرَثَةِفَهِيَ كَجَوْ هَرَةِ الأَجْنَبِيِّ
وَالتَنِى لاَ يَجِبُ
ِلأَنَّهُ إِسْتَهْلَعَهَافِيْ
حَيَا تِهِ غَلَمْ يَتَعَلَّقْ بِهَا حَقُّ اْلوَرَ ثَةِ
Artinya
:
”Dan
apabila si mayat telah menelan batu permata orang lain (yang menyebabkan)
kematiannya, lalu pemilik (barang itu) menuntut agar dikembalikannya, maka
(wajib) membelah perutnya, lalu di kembalikan batu permata itu. Dan apabila
batu permata itu miliknya sendiri, maka terjadi dua macam ketepatan hukum : (1)
diwajibkan membedahnya, karena barang itu menjadi milik pewarisnya. Maka di
samakan ke duanya dengan batu permata orang lain. (2) Tidak wajib karena barang
itu di anggap sudah hancur (habis) di masa hidupnya, maka tidak ada hubungannya
dengan hak milik pewarisnya”.[7]
4.
Ketentuan Hukum tentang Pembedahan Mayat untuk
Kepentingan Penegakan Hukum.
Peralatan modern kadang-kadang sulit membuktikan
sebab-sebab kematian seseorang dengan hanya penyelidikan dari luar tubuh mayat.
Maka kesulitan tersebut menjadi alasan untuk membolehkan membedah mayat sebagai
wahana penyelidikan, karena di anggap sangat di hajatkan dalam penegakkan
hukum. Hajat inilah yang membolehkan hal-hal yang di haramkan, sebagaimana
maksud kaidah fiqhiyah yang berbunyi :
لاَ حَرَامَ مَعَ الضَّرُوْرَاتِ وَلاَكَرَاهَةَ مَعَ اْلحَا جَةِ
Artinya :
“Tiada haram (bila) bersama
darurat, dam tiada makruh (bila) bersama dengan hajat”.[8]
اَلْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِ لَةَ الضَّرُوْرَةِ عَامَّةً كَانَتْ اَوْ
خَاصَّةً
Artinya :
“Hajat menempati kedudukan darurat,
baik hajat umum maupun hajat perorangan.”[9]
Salah satu tujuan menjatuhkan sangsi hukum kepada si
terdakwa adalah memberikan didikan kepada mereka. Dan menekut-nakuti orang lain
yang masih mempunyai niat seperti si terdakwa. Karena itu, menjatuhkan sangsi
hukum, tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan yang tidak manusiawi, bahkan
dalam Al-Qur’an memerintahkan menjatuhkan hukuman potong tangan bagi pencuri,
karena Islam lebih mengutamakan ketentraman orang banyak daripada perorangan.
Kalau penegak hukum tidak mau mengusut kejahatan
karena yang di aniaya sudah mati, lalu takut mengadakan pengusutan dengan
melalui pembedahan mayat, maka berarti ia memberi jalan kepada penjahat untuk
tidak takut beraksi. Padahal firman Allah berbunyi :
...... وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ
النَّاسِ أَنْ تََحْكُمُوْ ابِاالْعَدْلِ ....
Artinya :
“Bermaksud menjatuhkan hukum sejauh
mungkin, meskipun melalui pembedahan mayat dan pembongkaran kuburan untuk
mencapai keadilan”.[10]
Untuk melaksanakan masalah tersebut diatas, maka
seharusnya penegak hukum bekerjasama dengan dokter ahli bedah yang dapat di
percaya kejujurannya, agar mayat tersebut mendapatkan visum et repertum, sehingga dari hasil penyelidikan itu dapat
memberi keterangan kepada penegak hukum untuk mengetahui pelaku tindak pidana
itu.
5.
Ketentuan Hukum tentang Pembedahan Mayat untuk
Keperluan Penelitian Ilmu Kedoteran.
Wajib kifayah bagi orang Muslim mempelajari ilmu-ilmu
umum, antara lain, ilmu kedokteran, biologi, dan fisika, baik dengan melalui
literature, maupun dengan praktikum dan penelitian, termasuk bedah mayat
sebagai sarananya.
Kalau memang di butuhkan mayat sebagai sarana
penelitian untuk pengembangan ilmu kedokteran, maka dalam Islam di bolehkannya.
Karena pengembangan ilmu kedokteran, bertujuan untuk mensejahterakan umat
manusia, sedangkan misi Islam sejalan dengan tujuan tersebut.
Begitu juga halnya agama Islam membolehkan suntikan
paru-paru atau limpa mayat yang disebut dengan istilah mitpunctie untuk mencegah terjangkitnya penyakit yang di derita
mayat, karena di nyatakan darurat di tempat yang bersangkutan. Sedangkan
darurat membolehkan hal-hal yang di haramkan, sebagaimana maksud kaidah
fiqhiyah yang berbunyi :
الضَّرُوْرَاتُ
تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَات ِ
Artinya :
“Persoalan
darurat itu membolehkan sesuatu yang diharamkannya”.[11]
Kebolehan membedah mayat dalam Islam, dilandasi oleh
alasan bahwa memperbaiki nasib seseorang hidup lebih di utamakan daripada
kepentingan orang yang sudah mati.
BAB
III
KESIMPULAN
Bedah mayat adalah suatu upaya team dokter ahli untuk membedah mayat,
karena di landasi suatu maksud atau kepentingan-kepentingan tertentu.
Motivasi pembedahan mayat :
a.
Untuk menyelamatkan janin yang masih hidup dalam rahim
mayat
b.
Untuk mengeluarkan benda yang berharga dari mayat
c.
Untuk keperluan penelitian ilmu kedokteran
Hukum pembedahan mayat di perbolehkan dalam hukum Islam, dan apabila
dalam keadaan darurat maka hukumnya waji dilakukan.
DAFTAR
PUSTAKA
- Mahyuddin, 2003. Masa’il Fiqhiyah, Jakarta : Kalam Mulia.
- TIM PP Muhammadiyah Majlis Tarjih, 2003. Tanya Jawab Agama 4 cet ke-2. suara Muhammadiyah.
- www. Konsultasi-Islam. Com
[1]
www.konsultasi-islam.com
[2] Mahyuddin,
Msa’ilul Fiqhiyah, (Jakarta : Kalam Mulia, 2003). hal. 106
[3] Ibid, h. 107
[4] Ibid, h. 108
[5] Ibid, h. 109
[6] TIM PP
Muhammadiyah Majlis Tarjih, Tanya Jawab
Agama4, Suara Muhammadiyah, 2003, cet.ke-2, h. 259.
[7] Ibid, h. 111
[8] Ibid, h. 113
[9] Ibid, h. 113
[10] Ibid, h. 114
[11] Ibid, h. 115
0 komentar:
Post a Comment