Monday, April 9, 2018

ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Salah satu problem serius yang dihadapi masyarakat adalah aborsi. Isu aborsi memang merupakan isu yang kontroversial, khususnya bagi kalangan yang mengaitkan dengan nilai-nilai moral. Hal ini disebabkan karena aborsi sering diasumsikan hanya pada kasus-kasus kehamilan diluar nikah.
Aborsi tidak melulu karena alasan kesehatan atau penyakit yang diderita oleh seorang perempuan. Aborsi juga identik dengan kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan yang tidak diinginkan itu antara lain disebabkan karena pemerkosaan dan hamil diluar nikah.
Perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki mengalami berbagai emosi seperti rasa panik, rasa malu, rasa takut yang semuanya bercampur dalam dirinya. Disini perempuan mengalami dilema. Dilema aborsi dihadapi perempuan ketika perlu memilih dan memutuskan sesuatu yang secara langsung merupakan bagian dari dirinya. Pilihan seseorang perempuan dipengaruhi oleh kondisi pribadi dan keluarganya, nilai-nilai agama dan budaya. Disamping itu pandangan tentang aborsi adalah sesuatu yang beragam dan perdebatan pro dan kontra yang masih terus bergulir tentang aborsi adalah sesuatu yang kongkret harus dihadapi perempuan, bahkan seringkali harus dihadapi seorang diri.
Tidak sedikit perempuan memilih aborsi terpaksa harus mempertaruhkan nyawanya karena melakukan aborsi tak aman, yang dilakukan bukan oleh ahlinya dan tanpa standar operasional prosedur kesehatan, serta menghiraukan kesehatan alat reproduksi perempuan.
Beranjak dari uraian di atas, maka dalam makalah ini dibahas tentang aborsi menurut pandangan Islam.

  PENGERTIAN ABORSI DAN JENISNYA
Aborsi diserap dari bahasa Inggris yaitu Abortion yang berasal dari bahasa latin yang berarti pengguguran kandungan. Aborsi menurut literatur fiqih berasal dari bahasa Arab yaitu al-ijhadh yang merupakan mashdar dari ajhada atau juga dalam istilah lain bisa disebut dengan sqath al-haml, keduanya mempunyai arti perempuan yang melahirkan secara paksa dalam keadaan belum sempurna penciptaannya.[1]
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, aborsi adalah terpencarnya embrio yang tidak mungkin lagi hidup sebelum habis bulan keempat dari kehamilan atau aborsi bisa didefinisikan dengan pengguguran janin atau embrio setelah melebihi masa dua bulan kehamilan.[2]
Aborsi dalam perspektif medis didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus) sebelum masa usia janin (fetus) mencapai 20 minggu. Pengertian aborsi menurut medis tersebut berbeda dengan ahli fiqih, karena tidak menetapkan usia maksimal, baik pengguguran kandungan dilakukan dalam usia kehamilan nol minggu, 20 minggu maupun lebih dari itu dianggap sama sebagai aborsi. Pengertian aborsi menurut para ahli fiqih seperti dijelaskan oleh Ibrahim al-Nakhai yang mengatakan bahwa aborsi adalah pengguguran janin dari rahim ibu hamil baik sudah berbentuk sempurna atau belum.[3]
Dalam istilah medis aborsi terdiri dua macam, yaitu :
  1. Abrosi spontan (Abortus Spontaneus)
Aborsi yang terjadi secara alamiah baik tanpa sebab tertentu maupun karena sebab tertentu, seperti penyakit, virus toxoplasma, anemia, demam yang tinggi dan sebagainya, maupun karena kecelakaan.
  1. Aborsi yang disengaja (Aborsi Proveatus)
Aborsi yang secara sengaja mencakup dua varian, yaitu :
a)          Aborsi artificialis therapicus, yaitu sengaja aborsi yang penggugurannya dilakukan oleh tenaga medis yang disebabkan adanya indikasi medis;
b)          Aborsi provocatus criminalis, yaitu sejenis aborsi yang dilakukan tanpa ada penyebab dari tindakan medis atau dengan kata lain bukan disebabkan persoalan kesehatan, tetapi biasanya lebih disebabkan karena permintaan dari pasien.
Dalam literatur fiqih aborsi dapat digolongkan menjadi lima macam, yaitu :
a.       Aborsi spontan (al-isqath al-dzaty)
b.      Aborsi karena darurat atau pengobatan (al-isqath al-dharury / al-‘iajiy)
c.       Aborsi karena khilaf atau tidak sengaja (khata’)
d.      Aborsi yang menyerupai kesengajaan (syibh ‘amd)
e.       Aborsi sengaja dan terencana (al-‘amd)[4]

   HUKUM ABORSI
1.      Pada prinsipnya Islam mengharamkan segala bentuk pengrusakan dan pembunuhan. Firman Allah SWT dalam surat Al-Isra’ ayat 33 :

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar”. (Q.S al-Isra’ : 33)
Para ulama fiqih sepakat bahwa aborsi tidak boleh dilakukan sesudah janin berusia 120 hari (4 bulan). Kandungan yang sudah berusia 4 bulan itu dalam pandangan mereka sudah merupakan wujud manusia hidup dengan segala kelengkapannya. Dalam pandangan ini, pengguguran kandungan pada usia janin ini sebenarnya tidak disebut sebagai aborsi, tetapi pembunuhan.
Sementara itu aborsi sebelum usia 120 hari (4 bulan). Dikalangan para ulama terjadi perbedaan pendapat. Pendapat yang paling longgar dikemukakan al-Hashkafi yang bermadzhab Hanafi, yang mengatakan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum usia kandugnan 120 hari, karena alasan atau tidak. Al-Karabasi dari madzhab Syafi’i, seperti dikutip Al-Ramli hanya membenarkan aborsi ketika berupa nutfah (zygote). Pendapat paling ketat dikemukakan oleh al-Ghazali yang mengharamkan aborsi sejak terjadinya pembuahan.[5]
2.      Dalam kehidupan kita serta dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit. Pada persoalan pengguguran kandungan, misalnya ada dua pilihan yang sama-sama berat. Menggugurkan kandungan dapat berarti membunuh jiwa yang sudah hidup, tetapi membiarkannya terus hidup dalam perut ibunya karena alasan tertentu boleh jadi mengakibatkan penderitaan atau bahkan kematian ibu. Ada satu kaidah yang berbunyi :


“Bahaya yang keras harus dihilangkan (dihindari) dengan (menempuh) bahaya yang lebih ringan.”
Aborsi dapat dilakukan sepanjang pembiaran janin di dalam perut ibu sampai kelahirannya dipastikan akan membahayakan dan mengancam kelangsungan hidup ibu, dan kepastian ini didasarkan atas pertimbangan medis oleh dokter ahli. Pandangan ini memperlihatkan bahwa keselamatan ibu lebih diutamakan daripada janin.
Islam tidak membenarkan menyelematkan janin dengan mengorbankan si ibu, karena keberadaan ibu lebih diutamakan mengingat dia merupakan tiang/sendi keluarga dan dia telah mempunyai beberapa hak dan kewajiban, baik terhadap Tuhan maupun sesama makhluk. Berbeda dengan si janin, selama dia belum lahir di dunia dalam keadaan hidup, dia tidak/belum mempunyai kewajiban apapun.[6]
3.      Bagi perempuan muslimah yang mendapatkan cobaan dengan musibah, seperti pemerkosaan hendaklah dia memelihara janin tersebut. Apabila janin tersebut lahir, maka janin tersebut adalah anak muslim. Rasulullah SAW bersabda :


Untuk anak yang tidak ada bapaknya, sesungguhnya adalah muslim tanpa diragukan lagi. Dalam hal ini bagi masyarakat muslim seharusnya mengurus pemeliharaannya serta memberinya pendidikan yang baik. Demikian juga pemerintah harus bertanggungjawab terhadap pemeliharaannya serta memberinya pendidikan yang baik. Demikian juga pemerintah harus bertanggungjawab terhadap pemeliharaannya melalui badan sosial tertentu.

.    KESIMPULAN
Dari penjelasan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya aborsi adalah perbuatan yang dilarang. Hal ini karena Islam mengharamkan segala bentuk pengrusakan dan pembunuhan, termasuk pembunuhan pada janin atau aborsi.
Namun pada kondisi tertentu, ketika kehamilan tersebut membahayakan ibu, bahkan mengancam nyawanya, maka Islam membolehkan melakukannya sepanjang atas rekomendasi dari dokter yang benar-benar ahli dan berkonsultasi dengan ulama dan para cerdik pandai.
Pertimbangan-pertimbangan yang diambil tidak boleh dipisahkan dari tujuan untuk mewujudkan kemashlahatan terhadap ibunya, karena ibu merupakan induk dari janin sehingga harus dilindungi dan dipertahankan. Perlu diingat bahwa pertimbangan yang diambil itu sifatnya relatif dan tidak bisa digeneralisir, karena kondisi yang dianggap darurat dan mashlahat bagi seorang belum tentu sama dengan kondisi darurat dan mashlahat bagi orang lain.
Dengan demikian agama tetap menjadi acuan utama dalam melihat aborsi, tanpa menghilangkan nilai-nilai moral, spiritual dan sosial.


DAFTAR PUSTAKA


Aibak, Kutbudin. 2009. Kajian Fiqh Kontemporer. Yogyakarta : Teras.

Anshor, Maria Ulfah. 2006. Fikih Aborsi. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Subhan, Zaitunah. 2008. Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan. Jakarta : el Kahfi.


 


[1] Kutbudin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer, (Yogyakarta : Teras. 2009), hlm : 83.
[2] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1996), hlm : 2.
[3] Maria Ulfah Anshor, Fiqih Aborsi, (Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2006), hlm : 34.
[4] Ibid, hlm : 35 – 40.
[5] Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta : el Kahfi, 2008), hlm : 176 – 177.
[6] Katbudin Aibak, Op.Cit., hlm : 90.

0 komentar: