Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam. Zakat maal adalah zakat harta benda meliputi: emas, perak, tumbuh-tumbuhan (buah dan biji-bijian), dan barang perniagaan, binatang ternak, barang tambang dan barang temuan (harta karun) yang telah mencapai nishab. Makna nishab di sini adalah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh syar’i (agama) untuk menjadi pedoman menentukan kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang memilikinya, jika telah sampai ukuran tersebut. Orang yang memiliki harta dan telah mencapai nishab atau lebih, diwajibkan mengeluarkan zakat.
Ketentuan kewajiban zakat padi di Desa Terban kecamatan Warungasem kabupaten Batang mendapat perhatian khusus dari pemuka agama (kiai) kepada masyarakat yang sudah mencapai nishab untuk membayar
zakat. Penekanan itu berupa kewajiban
bagi seluruh masyarakat
desa yang panen
padi untuk membayar zakat padi. Semua warga yang panen padi dan sudah mencapai nishab maka wajib mengeluarkan zakat dan kemudian di salurkan kepada panitia zakat padi.
Waktu pelaksanaan
pembayaran zakat padi dikeluarkan pada saat musim panen, waktu pelaksaan
ditentukan oleh panitia zakat padi. Setiap panen padi tiba maka
panitia akan mengumumkan kepada masyarakat tentang kegiatan zakat padi. Setelah
zakat padi terkumpul dari para muzaki maka
zakat di bagikan kepada penerima zakat yang ada di Desa Terban yaitu fakir,
miskin, dan sabilillah.
Para ahli fikih menyatakan bahwa wajib bagi para Imam mengirim petugas
untuk memungut zakat karena Nabi Muhammad SAW dan para khalifah menugaskan para pemungut zakat. Di Indonesia otoritas
negara sudah di wakili oleh suatu bentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ), di mana
berdasarkan UU RI No. 23 Tahun 2011 yang merupakan hasil amandemen dari UU RI
No.38 Tahun 1999, tentang pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat
(BAZ) yang dibentuk pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh
masyarakat yang dikukuhkan pemerintah.[1]
Adapun nishabnya tumbuh-tumbuhan atau makanan pokok ialah 5 wasaq,
berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
“Zakat itu tidak ada yang kurang dari 5 wasaq.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Dalam menentukan nishab pertanian, ada beberapa pendapat tentang kadar nishab-nya; ada yang menyebutkan 520 kg
beras, 750 kg, bahkan Komite Tetap Fatwa dan Penelitian Islam Saudi Arabia
menetapkan 900 kg. Akan tetapi dalam penghitungan ini, penyusun buku 125
Masalah Zakat menggunakan dasar penelitian dan penghitungan Yusuf Qardhawi
dalam Fiqhuz Zakah, yang menetapkan
nishab hasil pertanian adalah 5 wasaq atau setara dengan 653 kg beras.[2]
Ketentuan nishab ini pula yang
dijadikan acuan para petani dalam menghitung zakat mereka.
Adapun ukuran yang dikeluarkan, bila pertanian itu didapatkan dengan
cara pengairan (atau menggunakan alat penyiram tanaman), maka zakatnya sebanyak
1/20 (5%). Dan jika pertanian itu diairi dengan hujan (tadah hujan), maka
zakatnya sebanyak 1/10 (10%). [3]
Hal ini juga
sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya Nomor:
11/Kep./MUI-SU/I/2009 yang menjelaskan bahwa hasil pertanian padi wajib
dizakati jika hasil panennya melebihi modal produksinya dan sampai satu nishab,maka dikeluarkan zakatnya 10 %
(sepuluh persen) dari hasil bersih (setelah dikeluarkan biaya produksi).[4]
B. Analisis Teknik Pengelolaan
Zakat Padi di Desa Terban Kecamatan Warungasem
Kabupaten Batang.
Praktik zakat padi di Desa Terban juga
mensyaratkan muzaki untuk membayarkan
sejumlah uang untuk kebutuhan administrasi, pengemasan, serta transportasi
beras zakat ke rumah para mustahik.
Adapun besar biaya nya adalah Rp.500,- per 1 kilogram dari beras zakat yang
diserahkan muzaki kepada amil.
Besaran biaya tersebut berdasarkan
musyawarah dan mufakat antara panitia zakat (amil) dengan para muzaki.
Sehingga pendistribusian zakat tersebut bisa berjalan dengan lancar.
Zakat yang dikelola oleh amil seharusnya hanya diserahkan kedalam golongan yang berhak menerima zakat bukan kepada golongan yang tidak menerima zakat. Ada
delapan golongan yang
mendapatkan bagian zakat. Sedangkan golongan yang tidak mendapat bagian zakat ada
empat golongan, yaitu: Orang kaya dengan harta atau kaya dengan usaha
dan penghasilan,
Keturunan Rasulullah Saw, Orang dalam tanggungan yang berzakat, Orang yang tidak beragama Islam.[5]
Pelaksanaan
zakat
padi di Desa Terban seharusnya
dikelola dengan
baik agar tidak bertentangan dengan ketentuan dari syari’at Islam. Karena pelaksanaan zakat padi memberikan hikmah kepada beberapa elemen masyarakat. Bagi muzaki dapat menyucikan diri dari sifat
bakhil
dan tamak serta menumbuhkan rasa kepedulian
terhadap sesama terutama kepada orang-orang miskin dan
orang-orang yang membutuhkannya dan
dapat mengurangi mengurangi kecemburuan sosial
sehingga kestabilan dan ketentraman masyarakat terjamin.
C. Analisis Teknik
Pendistribusian Zakat Padi di Desa Terban Kecamatan Warungasem
Kabupaten Batang.
Adapun orang-orang yang berhak menerima zakat
menurut firman
Allah dalam surat
al-Taubah ayat
60 ada 8 golongan yang bisa menerima zakat
إِنَّمَا
ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ
قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ
وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ
ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ
٠)التوبة: ٦٠)
Artinya:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu,
hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, Para
mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan
untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah,
dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana” (surat al-Taubah ayat
60)[6]
Berdasarkan ayat di atas orang-orang yang termasuk dalam golongan
penerima zakat adalah
fakir, miskin, amil (pengurus zakat), mu’allaf (yang ditundukkan hatinya), riqab (budak), gharimin (orang yang
berhutang), fi sabilillah (orang yang berada dijalan Allah) dan
ibnu sabil (orang yang sedang dalam perjalanan).
Di Desa Terban
dari delapan asnaf ini yang ada hanya 4 golongan yaitu: fakir, miskin, amil (pengurus zakat), dan fi sabilillah (orang yang berada/berjuang di jalan Allah). Guru ngaji, imam masjid/mushola, guru MI dan Madrasah
Diniyah serta muadzin termasuk dalam golongan fi sabilillah. Mereka digolongkan dalam fi sabilillah
karena mereka berjuang menegakkan agama Allah. Hal ini sesuai dengan pendapat yang jumhur
ulama bahwa fi sabîlillâh adalah orang
menolong agama melalui jihad dengan jiwa, harta dan lisan.[7]
Dalam masalah pembagian zakat kepada siapa
yang harus
diprioritaskan
untuk menerima zakat, ulama berbeda pendapat mengenai sasaran siapa yang harus diprioritaskan, ada tiga yang masyhur:
1. Pendapat yang mewajibkan
dibagikannya pada asnaf yang delapan dengan rata. Ini adalah pendapat yang masyhur dari golongan Syafi’i.
2. Pendapat yang memperkenankan membagikannya kepada asnaf delapan dan mengkhususkannya
kepada golongan fakir.
Ini adalah
pendapat jumhur.
3. Pendapat yang
mewajibkan
mengkhususkan kepada orang-orang
fakir saja. Ini adalah pendapat golongan Maliki, salah satu pendapat dari imam Ahmad, diperkuat oleh Ibnu
Qayyim dan gurunya, yaitu Ibnu
Taimiyah.
Pendapat ini dipegang pula oleh imam Hadi, Qosim dan Abu Thalib, di mana mereka mengatakan bahwa
zakat itu hanyalah
diberikan kepada fakir
miskin
saja, tidak
kepada yang lainnya
dari asnaf
yang delapan.[8]
Pendapat-pendapat di atas cukup memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan
zakat di ruang lingkup masyarakat, untuk itu Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa
tidak mencegah kemungkinan tertutupnya kepada golongan asnaf yang lain dengan adanya kemungkinan-kemungkinan yang diperlukan.[9]
Zakat boleh diberikan kepada golongan asnaf yang lain tetapi
lebih dikhususkan kepada fakir dan miskin. Penulis berpendapat inilah yang paling relevan dan sangat kondusif
untuk
dilaksanakan
karena pendapat tersebut lebih melihat kepada sisi kemaslahatan bagi semua aspek yang terkait dalam pembagian zakat padi.
Implementasi zakat
padi di Desa Terban tentu mempunyai dampak positif baik bagi muzaki dan mustahik, manfaat tersebut yaitu:
1.
Dapat
menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri di atas
prinsip-prinsip persatuan, persamaan derajat, dan tanggung jawab bersama.
2.
Menjadi
unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan distribusi harta dan keseimbangan
tanggung jawabindividu dalam masyarakat.
3.
Zakat
mempunyai dimensi fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah dan juga
merupakan perwujudan solidaritas sosial.
4.
Mewujudkan
tatanan masyarakat yang sejahtera sehingga hubungan antara sesama menjadi
rukun, damai, dan harmonis, yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang
tentram dan aman, baik lahir maupun batin. [10]
Sedangkan untuk dampak
negatif dari implementasi zakat padi di Desa Terban ini hampir tidak ada sama
sekali. Karena zakat merupakan hal positif yang di syari’atkan oleh agama
Islam, dan tentu Allah tidak akan mensyari’atkan suatu hal yang mempunyai
dampak negatif.
[7]
Abdullah Manshur al-Ghufaili, Pengertian
Fi Sabilillah, https://almanhaj.or.id/pengertian-fi-sablillh.html, diunduh pada tanggal 21 Januari 2018.
[8] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Alih Bahasa: Salman Harun, Penerbit
Pustaka Litera Antar Nusa, Bogor, 2006,
hlm. 848.
0 komentar:
Post a Comment