BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Zakat
menurut bahasa berasal dari kata zakā,
artinya bertambah dan berkembang. Segala sesuatu yang bertambah dapat
dipadankan dengan kata zakā. Prof. Dr. Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar
dalam Kitab Az- Zakā menjelaskan bahwa zakat secara bahasa
berarti tumbuh, berkembang, dan berkah atau membersihkan, mensucikan. Bagi umat
Islam, zakat dianggap sebagai sarana bertambahnya harta di dunia dalam
pengganti dalam bentuk yang lain dan balasan di akhirat. Jadi dapat disimpulkan
bahwa zakat memiliki arti tumbuh dan berkembang, bisa juga bermakna menyucikan
karena zakat akan mengembangkan pahala pelakunya sekaligus membersihkan
dosa-dosanya.[1]
Sedangkan
menurut istilah syara’ (agama) zakat
adalah penunaian hak yang diwajibkan atas harta tertentu, yang diperuntukkan
bagi orang tertentu yang kewajibannya didasari oleh haul (batas waktu) dan nishab
(batas minimum).[2]
Zakat tediri dari dua macam. Yang pertama adalah zakat fitrah. Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dilakukan bagi para muslim menjelang
hari raya Idul Fitri atau pada bulan Ramadhan. Zakat fitrah dapat dibayar yaitu setara dengan 3,5 liter (2,5 kilogram)
makanan pokok dari daerah yang bersangkutan. Makanan pokok di Indonesia adalah
nasi, maka yang dapat dijadikan sebagai zakat adalah berupa beras.[3]
Yang kedua adalah zakat maal.
Zakat maal (harta) adalah zakat
penghasilan seperti hasil pertanian, hasil pertambangan, hasil laut, hasil
perniagaan, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak. Masing-masing jenis
penghasilan memiliki perhitungannya sendiri.[4]
Masyarakat
Desa Terban Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang merupakan masyarakat yang
sebagian besar bekerja di bidang pertanian yaitu padi, namun melihat fenomena yang
terjadi di sekeliling masyarakat Desa Terban adalah masih jauh dari harapan yang
diinginkan. Hal
ini bisa dilihat dari masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat Desa Terban yang menunaikan zakat padi,
sehingga dari
panitia zakat padi di Desa Terban selalu memberikan peringatan kepada
warga
untuk selalu menunaikan
kewajibanya mengeluarkan zakat ketika sudah sampai nisobnya.[5]
Para ahli fikih menyatakan bahwa wajib bagi para Imam mengirim petugas
untuk memungut zakat karena Nabi SAW, dan para khalifah menugaskan para
pemungut zakat. Di Indonesia otoritas negara sudah di wakili oleh suatu bentuk
Lembaga Amil Zakat (LAZ), di mana berdasarkan UU RI No. 23 Tahun 2011 yang
merupakan hasil amandemen dari UU RI No.38 Tahun 1999, tentang pengelolaan
zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk pemerintah dan
Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat yang dikukuhkan
pemerintah.[6]
Menurut panitia zakat padi,
bahwa zakat padi di Desa Terban yang di lakukan panitia ini sudah berjalan
hampir 10 tahun, di mana tiap panen padi tiba maka panitia akan mengumumkan
kepada masyarakat tentang kegiatan zakat padi. Setelah zakat padi terkumpul
dari para muzaki maka zakat di
bagikan kepada penerima zakat yang ada di Desa Terban yaitu fakir, miskin, dan
sabilillah.[7]
Desa
Terban sendiri merupakan desa
yang berada
di
sebelah
Barat kota Batang yang sebagian warganya bekerja sebagai petani. Pertanian yang dominan di Desa
Terban adalah dengan bertani padi. Pertanian merupakan
aset terpenting
untuk meningkatkan ekonomi Desa Terban, sebagian
masyarakat ada yang bekerja sebagai petani, PNS, Guru, dan karyawan pabrik.[8]
Dalam penelitian ini penulis mencoba
untuk memberikan gambaran tentang pelaksanaan zakat padi, pengelolaan serta penyaluran zakat padi yang ada di desa
Terban. Alasan kuat memilih judul
ini adalah untuk mengetahui
secara rinci proses yang berlangsung
di desa Terban tentang
tata cara, pengumpulan zakat padi, pengelolaan serta pendistribusian kepada orang yang
benar-benar membutuhkan dan
berhak menerimanya,
yang sesuai syariat Islam dan undang-undang di Indonesia.
Berdasarkan
wawancara dengan ketua amil zakat
padi di Desa Terban menunjukan bahwa antusiasme muzaki untuk membayar zakat padi cukup besar. Hal ini bisa terlihat
dari hasil zakat padi yang terkumpul dari para muzaki cukup banyak. Pada bulan oktober 2017 zakat padi yang
terkumpul mencapai 2.715 kg dari sekitar 28 muzaki.[9]
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan di
atas, muncul beberapa permasalahan dalam benak penulis untuk melakukan penelitian.
Adapun pokok permasalahan yang akan
dikaji dalam skripsi ini ialah:
1. Bagaimana implementasi zakat padi di Desa Terban Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap implementasi zakat padi di Desa Terban Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Segala sesuatu yang
diperbuat seseorang mempunyai
tujuan
tertentu. Sehingga seseorang akan merasa puas dan senang dengan tercapainya
dan
terealisasinya suatu tujuan. Begitu juga
penulisan skripsi ini mempunyai
tujuan
tertentu yang ingin dicapai, yaitu:
1.
Mengetahui implementasi zakat padi di Terban Kecamatan
Warungasem Kabupaten Batang.
2. Mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap implementasi zakat padi di Desa Terban Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang.
D. Telaah Pustaka
1. Penelitian Terdahulu
Kajian tentang masalah zakat secara umum memang
telah banyak ditulis dan
dikaji. Begitu juga pendapat-pendapat
Yusuf Qardhawi telah
banyak diangkat dan dibahas dalam skripsi maupun tesis para
mahasiswa. Diantara
Skripsi M. Nasrul Hakim yang
berjudul “Studi Analisis
Pemikiran KH. M.A. Sahal Mahfuzd tentang
Zakat dan Pengentasan Kemiskinan;
Telaah
Atas Buku Fiqh Sosial”. Dalam
skripsi tersebut, Nasrul
membahas tentang zakat serta
urgensinya dalam upaya pengentasan kemiskinan dan upaya
mewujudkan keadilan sosial. Hal ini tidak lepas dari hasil elaborasi pemikiran yang dilakukan oleh tokoh pembaharu fiqh di Indonesia, yakni KH. M.A.
Sahal Mahfuzd yang menawarkan gagasan
Fiqh Sosialnya. Skripsi tersebut menyimpulkan bahwa paradigma
fiqh sosial didasarkan atas keyakinan bahwa fiqh harus dibaca dalam konteks
pemecahan dan pemenuhan tiga jenis kebutuhan manusia yaitu kebutuhan dlaruriyah (primer), kebutuhan hajjiyah (sekunder) dan kebutuhan tahsiniyah (tersier). Fiqh sosial bukan
sekedar sebagai alat untuk melihat setiap peristiwa dari kacamata hitam putih
sebagaimana cara pandang fiqh yang lazim kita temukan, tetapi fiqh sosial juga
menjadikan fiqh sebagai paradigma pemaknaan sosial.[10]
Skripsi Ainur Rofiq yang berjudul
“Study Analisis Terhadap
Sistem Pengelolan Zakat,
Infaq Dan
Sodaqoh di BMT Ben
Taqwa Godong
Grobokan” dalam skripsi tersebut membahas persoalan bagaimana
mengelola ZIS (zakat, infaq dan
shadaqoh) menjadi sebuah aset dan produk, dari
dana yang terkumpul
diharapkan dapat mensejahterakan fakir dan miskin yang ada
di sekeliling desa tersebut, karena dana tersebut
hanya dibagikan pada fakir miskin serta
amil saja. Skripsi tersebut menyimpulkan bahwa apabila
dana zakat dialihkan untuk usaha lain yaitu diperuntukkan lebih mengembangkan perekonomian fakir dan miskin, maka pengelolaan zakat akan lebih banyak bisa dimanfaatkan oleh kalangan ekonomi
lemah.[11]
Skripsi Qomarudin yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Zakat Balen
dalam Pelaksanaan Zakat Fitrah di Desa Benda Kecamatan Sirampong Kabupaten
Brebes” dalam skripsi tersebut membahas persoalan praktik zakat balen dalam pelaksanaan zakat fitrah
yang terjadi di Desa Benda Kecamatan Sirampong Kabupaten Brebes. Skripsi
tersebut menyimpulkan bahwa Dasar
hukum praktik zakat balen di Desa Benda yang masih dilakukan
hingga saat ini adalah mereka mengikuti
kebiasaan
dari panitia
zakat dahulu
yang merupakan hasil dari ijtihad para
kiai dahulu yang melaksanakan zakat fitrah
dengan
sistim
balen.
Dalam
hukum
Islam prilaku ini disebut dengan Al-Adah yang lebih di spesifikkan kepada Al- Urf.
Melihat kondisi
sekarang yang masih tetap di
praktikkan
maka termasuk dalam urf fasid karena sudah tidak relevan lagi dalam penentuan
muzakkiy dan mustahiknya
yang
di sama ratakan tanpa adanya pembedaan.[12]
Untuk menunjang keilmiahan data penulis melakukan telaah pada
beberapa buku- buku kontemporer, tulisan ilmiah lainnya yang berkaitan
dengan masalah penelitian
penulis. Beberapa
data yang
penulis
gunakan
dalam telaah pustaka antara lain :
Pendapat Yusuf al Qardawy dalam bukunya Hukum Zakat bila tidak
dapat diketahui upaya mana yang lebih besar diairi atau tidak diairi maka yang
dimenangkan adalah kewajiban membayar zakat sebesar 10% karena
alasan lebih hati-hati. Hal itu oleh karena kewajiban asal adalah 10%. Sedang pengguguran 10% itu hanyalah adanya upaya pengairan yang
sengaja yang berdasarkan itu bila pengguguran itu tidak terjadi. Maka yang
berlaku adalah
hukum asal dan
juga
oleh
karena hukum asal
itu sesungguhnya adalah
tiadanya upaya yang
sengaja itu pada banyak hal dan upaya itu tidak usah di pertimbangkan
apabila terdapat
keragu-raguan.[13]
Pendapat Sayyid Sabiq
tentang hukum zakat dalam bukunya Fiqh
Sunah, menurutnya zakat merupakan
salah satu kewajiban yang telah diakui oleh umat Islam secara ijma. Zakat juga
merupakan suatu amal ibadah yang sangat populer hingga menjadi suatu keharusan
dalam agama. Jadi jika ia mengingkari kewajibannya, berarti ia keluar dari
agama Islam dan harus dibunuh dalam keadaan kafir. Akan tetapi jika ia baru
saja mengenal agama Islam, ia dimaafkan dikarenakan tidak mengetahui
hukum-hukum Islam. Adapun orang yang tidak mau mengeluarkannya, tetapi ia masih
mengakui bahwa hal itu wajib, maka ia berdosa disebabkan keengganannya, tanpa
mengeluarkan dirinya dari agama Islam. Hakim hendaklah mengambil zakat itu
secara paksa dan menjatuhkan hukum ta’zir
kepada siapa saja yang enggan membayar zakat, tetapi tidak boleh lebih dari
jumlah yang seharusnya.[14]
Dalam pandangan penulis bahwa apa yang dituangkan dalam karya tulis serta buku di atas bersifat teori
serta hukum-hukum tentang zakat, sedangkan
skripsi penulis lebih menitikberatkan kepada proses pelaksanaan, pengelolaan serta penasarupan zakat padi yang
ada
di Desa Terban Kecamatan Warungasem
Kabupaten Batang.
2. Kerangka Teori
Abu
Muhammad Ibnu Qutaibah mengatakan, bahwa lafaz zakat diambil dari kata zakah, yang berarti nama’ (kesuburan dan penambahan). Harta yang dikeluarkan disebut
zakat, karena menjadi sebab bagi kesuburan harta.[15]
Abu
Hasan Al-Wahidi mengatakan bahwa zakat mensucikan harta dan memperbaikinya,
serta menyuburkannya.[16]
Surat At-
Taubah adalah salah
satu surat dalam Al-Quran yang memberikan perhatian besar pada masalah zakat. Demikian juga ayat ayat
yang turun di Madinah menegaskan zakat itu wajib, dalam bentuk perintah
yang tegas dan instruksi pelaksanaan yang jelas. Hukum wajib zakat tersebut
dapat
kita lihat pada beberapa firman Allah SWT sebagai berikut:
وَأَقِيمُواْ
ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَمَا تُقَدِّمُواْ لِأَنفُسِكُم مِّنۡ
خَيۡرٖ تَجِدُوهُ عِندَ ٱللَّهِۗ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ ١١٠
Artinya : “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah
zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu
usahakan bagi dirimu, tentu kamu
akan mendapat pahala nya pada sisi
Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang
kamu kerjakan” (Q.S
Al – Baqarah /2 : 110)[17]
Secara garis
besar, jenis atau macam zakat wajib ada dua,
yaitu:
a. Zakat Maal (zakat harta) antara lain adalah meliputi: Emas, Perak,
tumbuh-tumbuhan (buah dan biji-bijian), dan barang perniagaan,
binatang ternak, barang tambang, dan barang temuan.
b. Zakat nafs (zakat jiwa), disebut juga dengan dengan zakat fitrah,
yaitu zakat yang
diberikan
berkenaan
dengan selesainya
mengerjakan puasa yang difardhukan
(puasa ramadhan) sebanyak
satu sok (4 kati atau 2,5 Kg) makanan pokok.[18]
Hasil
bumi termasuk juga padi wajib dikeluarkan zakatnya jika sudah mencapai nishab
(jumlah minimal) yaitu 5 wasaq (653
Kg). Adapun kadar zakatnya ada dua macam, yaitu: Pertama, jika pengairannya alamiah (oleh hujan atau mata air) maka
kadar zakatnya adalah 10%. Kedua,
jika pengairannya oleh tenaga manusia atau binatang maka kadar zakatnya yaitu
5%.[19]
Perhatikan dalil-dalil dibawah ini: "Rasululoh
SAW bersabda: "Kurma ataupun biji-bijian yang jumlahnya kurang dari 5
wasaq (653
Kg) tidak ada zakatnya." (H.R. Muslim) "Rasululloh SAW bersabda:
"Yang diairi oleh air hujan, mata air, atau air tanah, zakatnya 10%.
Sedangkan yang diairi oleh penyiraman, zakatnya 5%." (H.R. Abu Dawud). Adapun
waktu pengeluaran zakat pertanian dan hasil bumi lainnya adalah ketika dipanen,
sebagaimana keterangan dalam al-Quran
surat al-An'am 141: "...Dan tunaikanlah haknya di hari
memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya)...".[20]
Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem
ekonomi Islam, karena zakat merupakan salah satu implementasi asas keadilan
dalam sistem ekonomi Islam. Zakat mempunyai enam prinsip.
1. Prinsip keyakinan keagamaan, yaitu bahwa
orang yang membayar zakat merupakan salah satu manifestasi dari keyakinan
agamanya.
2. Prinsip pemerataan dan keadilan; merupakan
tujuan sosial zakat, yaitu membagi kekayaan yang diberikan Allah lebih merata
dan adil kepada manusia.
3. Prinsip produktivitas, yaitu menekankan bahwa zakat memang harus dibayar
karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu setelah lewat jangka
waktu tertentu.
4. Prinsip nalar, yaitu sangat rasional bahwa
zakat harta yang menghasilkan itu harus dikeluarkan.
5. Prinsip kebebasan, yaitu bahwa zakat hanya
dibayar oleh orang yang bebas atau merdeka (hurr).
6. Prinsip etika dan kewajaran, yaitu zakat
tidak dipungut secara semena-mena, tapi melalui aturan yang disyariatkan.[21]
E. Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (Field
Research)
di Desa Terban Kecamatan
Warungasem Kabupaten Batang, yang akan dijadikan sabagai lokasi dari penelitian. Ditinjau dari datanya yang
berupa informasi penelitian
ini
termasuk penelitian
kualitatif.
Oleh karena
itu penelitian
ini
menggunakan penelitian kualitatif.[22]
Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih
mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung
hakikat hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, metode ini lebih
peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola
nilai yang dihadapi.[23]
Jadi perhatian utama
penelitian ini adalah pada sumber
data langsung berupa
tata situasi alami dan peneliti adalah instrumen inti, data yang disajikan
berupa kata-kata,
lebih
menekankan
pada
makna proses
dari
pada
hasil,
analisis data bersifat
induktif.[24]
1.
Sumber Data
a.
Sumber Data
Primer
Sumber
data pimer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari
masyarakat.[25] Dan
dalam penelitian ini penulis memperoleh data berupa
tanggapan, pendapat dari Kepala Desa, tokoh masyarakat dan para
karyawan, tokoh ulama’ serta
semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini yang berada di Desa
Terban Kecamatan
Warungasem Kabupaten Batang.
b.
Sumber Data
Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari bahan
pustaka yang mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku
perpustakaan, peraturan perundang-undangan, karya ilmiah, artikel-artikel,
serta dokumen yang berkaitan dengan materi penelitian.[26]
Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data sekunder yaitu berupa
buku-buku, peraturan perundang-undangan, serta artikel-artikel yang berkaitan
dengan penelitian.
2.
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah
sebagai
berikut:
a. Interview
(Wawancara)
Dalam penelitian
ini penulis menggunakan metode wawancara, yaitu
metode
pengumpulan
data yang dilakukan dengan mewawancara atau memberikan pertanyaan kepada narasumber
(nara sumber dalam hal
ini
adalah
mereka yang
diwawancari sebagai
populasi
dalam penelitian) yang berkaitan dengan penulisan karya ilmiah ini.[27] Dalam penelitian ini penulis akan melakukan wawancara kepada
tokoh masyarakat, tokoh agama, pengelola
zakat, para petani dan masyarakat yang dibutuhkan guna mendukung kelengkapan
data
peneliti.
Pada metode ini peneliti berfungsi sebagai pengumpul data, sedangkan pihak
yang dihubungi atau diteliti bertindak sebagai informan
atau pemberi data.
Sehubungan dengan ini terjadilah
komunikasi, disertai proses bertanya/meminta dan menjawab atau
melayani, yang berlangsung secara lisan.[28]
Dengan metode ini diharapkan
penulis memperoleh data
tentang zakat padi berupa tanggapan, pendapat dari tokoh masyarakat, tokoh agama, pengelola zakat,
para
petani dan masyarakat.
b. Dokumentasi
Metode dokumentasi
adalah mencari data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen
rapat, legger,
agenda,
dan sebagainya.[29]
Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data zakat padi yang berupa dokumen pengelolaan zakat, metode ini digunakan dalam upaya mengungkap
pelaksanaan, pengelolaan zakat padi di Desa Terban Kecamatan
Warungasem Kabupaten Batang.
c. Observasi/ Pengamatan
Observasi adalah metode yang
dilakukan dengan pengamatan dan
pencatatan
secara sistematik terhadap
fenomena-fenomena
atau kejadian-kejadian yang diselidiki.[30] Dalam penelitian ini penulis akan
melakukan pengamatan terhadap praktik
zakat padi yang berada di Desa
Terban Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang, Pengamatan ini
penulis anggap suatu metode yang
sangat membantu karena disamping bisa secara langsung mengetahui
permasalahan secara
akurat juga sangat membantu
dalam memberikan suatu analisis terhadap permasalahan
yang terjadi
di
Desa Terban Kecamatan
Warungasem Kabupaten Batang.
3.
Analisis
Data
Analisis data adalah
menguraikan, menjelaskan data, sehingga ditarik kesimpulan dari data-data yang
terkumpul. Dengan data yang diperoleh peneliti mengadakan analisis data sebagai
berikut:
a.
Reduksi
Data
Reduksi data dapat ditelusuri dengan memperlakukan data yang
diperoleh dan ditulis dalam bentuk laporan atau data yang terperinci, dengan
cara merangkum, memilih hal-hal yang pokok dan difokuskan pada hal-hal yang
penting.[31]
Sebagaimana dimaklumi, ketika peneliti mulai melakukan penelitian ini tentu
saja akan mendapatkan data yang banyak dan relatif beragam, bahkan sangat rumit
dan penulis menarik suatu kesimpulan dari penelitian tersebut agar lebih dapat
dipahami. Oleh sebab itu, perlu dilakukan analisis data melalui reduksi data.
b.
Penyajian
data
Teknik penyajian data dalam penelitian ini bersifat kualitatif dan
dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Penyajian data bisa dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Dengan
demikian yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian
kualitatif adalah teks naratif.[32]
c.
Penarikan
Kesimpulan
Kesimpulan awal yang ditemukan masih
bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat
yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Akan tetapi apabila
kesimpulan yang ditemukan pada tahap awal telah didukung
oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten maka kesimpulan tersebut merupakan
kesimpulan yang kredibel. Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian
kualitatif dapat menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan sejak awal.[33]
F. Sistematika
Penulisan
Agar pembahasan ini lebih mengarah, maka penulis membagi
pembahasan skripsi
menjadi beberapa
bab, tiap bab terdiri dari sub
dengan maksud untuk mempermudah dalam mengetahui hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini tersusun rapi serta
terarah. Adapun susunan dari bab-bab tersebut adalah sebagai
berikut:
Bab pertama, Merupakan pendahuluan.
Pada bab ini berisi tentang: latar belakang
masalah, alasan pemilihan judul, perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua, Tentang konsep zakat dalam Islam, Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang: pengertian dan dasar hukum zakat padi, syarat wajib
zakat padi, jenis zakat yang
wajib
di zakati, mustahik zakat tujuan dan
hikmah zakat. Nilai-nilai
sosial yang terkandung dalam zakat
padi.
Bab ketiga, memuat tentang pelaksanaan zakat padi
di
Desa Terban Kecamatan Warungasem Kabupaten
Batang. Dalam bab ini penulis akan
menguraikan tentang: profil desa
dan
monografi sawah Desa Terban Kecamatan Warungasem
Kabupaten Batang, teknik pengumpulan, pengelolaan, dan
pendistribusian zakat padi.
Bab keempat, Pada bab ini berisi tentang Analisis terhadap tekhnik
para ulama mengajak warga
Terban untuk mau membayar zakat,
serta analisis terhadap pengelolaan sawah di Desa Terban, cara menentukan waktu mengeluarkan
zakat padi
di Desa Terban, nisab zakat padi di Desa
Terban, serta analisis terhadap lembaga
penerima dan
pengelola zakat, serta
lembaga penasarupan harta zakat.
Bab Kelima, Penutup, yang terdiri dari Kesimpulan dari apa yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, termasuk juga
di dalamnya Saran-
saran
dan Penutup.
[5] Abdul Hafidz, Ketua
Panitia Zakat Zuru Desa Terban, Wawancara Pribadi, Jakarta, 2 April 2017.
[8] Ina Rahmawati, Perangkat
Desa, Wawancara Pribadi, Terban, 28 Maret 2017.
[10] M. Nasrul Hakim,
“Studi Analisis Pemikiran KH. M.A. Sahal Mahfuzd
tentang Zakat dan Pengentasan
Kemiskinan; Telaah
Atas Buku Fiqh Sosial”,
Skripsi, (Semarang: Perpustakaan UIN
Walisongo, 2014), hlm. 10.
[11] Ainur Rofiq, “Study Analisis Terhadap
Sistem Pengelolan Zakat,
Infaq Dan
Sodaqoh di BMT Ben
Taqwa Godong
Grobokan”, Skripsi,
(Semarang: Perpustakaan UIN Walisongo, 2002), hlm. 12.
[12] Qomarudin,
“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Zakat Balen dalam
Pelaksanaan Zakat Fitrah di Desa Benda Kecamatan Sirampong Kabupaten Brebes” Skripsi, (Semarang: Perpustakaan UIN Walisongo, 2012), hlm. 66.
Jakarta, 2006, hlm. 506.
[18] Sugeng, “Pengertian
Zakat”, http://pengertianzakatmu.blogspot.co.id (Diakses tanggal 12 April 2017)
[20] Sugeng, “Pengertian
Zakat”, http://pengertianzakatmu.blogspot.co.id (Diakses tanggal 12 April 2017)
[21]
Ahmad Humaedi, “Konsep Zakat Berkaitan Dengan Keadilan Sosial Berdasarkan Kaidah Ushul
Fiqih”. Makalah Disusun sebagai salah satu tugas mata Kuliah Ushul Fiqih Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI PUI)
Majalengka 11 April 2011.
[22] Lexy J.
Meleong, MA, Metodologi
Penelitian
Kualitatif,
Bandung: PT.
Remaja
Rosdakakarya, 2001, hlm. 9.
[26] Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan
Singkat....... hlm. 12.
Cipta, cet ke-9, 1993, hlm. 148
[31] Djam’an Satori, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung:
Alfabeta, 2013), hlm. 97.
[32]Djam’an Satori, Metode Penelitian Kualitatif.... hlm.
219.
[33]Djam’an Satori, Metode Penelitian Kualitatif.... hlm.
220.
0 komentar:
Post a Comment