Menurut Quraish Shihab, zakat secara harfiah terminologi berarti:
a. Peningkatan atau pengembangan (development), karena ia mengantar kepada peningkatan
kesejahteraan di dunia dan penambahan pahala di akhirat.
b. Penyucian karena penunaian zakat
mensucikan pelakunya dari dosa-dosa.[2]
Sedang secara terminologi
pengertian zakat didefinisikan sebagai berikut:
a. Dalam ensiklopedi Al-Qur‟an dinyatakan bahwa:
“Menurut istilah hukum
Islam
zakat itu maksudnya mengeluarkan
sebagian harta diberikan kepada yang berhak menerimanya, supaya
harta
yang
ditinggal menjadi
harta
yang bersih dan orang yang mempunyai
harta
menjadi suci jiwa
dan tingkah lakunya.”[3]
b. Sayyid Sabiq dalam buku Fiqih Sunnah menyatakan bahwa:
“Zakat adalah nama atau sebutan
dan sesuatu hak Allah
yang dikeluarkan seseorang
kepada fakir miskin. Dinamakan zakat, karena didalamnya terkandung
harapan untuk memperoleh berkah, membersihkan
jiwa dan memupuknya dengan berbagai kebajikan.”[4]
Dari berbagai pendapat
diatas, penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa zakat adalah memberikan
sebagian harta tertentu oleh orang yang telah memenuhi syarat-syaratnya,
kepada orang- orang tertentu.
Dengan demikian pengertian ibadah zakat
adalah memberikan sebagian harta tertentu oleh orang yang
telah memenuhi syarat-syaratnya, kepada orang-orang tertentu
dengan
hanya
mengharap
keridloan Allah swt.
Dasar Hukum Zakat
Surat At-Taubah adalah salah
satu surat dalam Al-Quran yang memberikan perhatian besar pada masalah zakat. Demikian juga ayat ayat
yang turun di Madinah menegaskan zakat itu wajib, dalam bentuk perintah
yang tegas dan instruksi pelaksanaan yang jelas. Hukum wajib zakat tersebut dapat kita lihat pada beberapa firman Allah SWT sebagai berikut:
وَأَقِيمُواْ
ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَمَا تُقَدِّمُواْ لِأَنفُسِكُم مِّنۡ
خَيۡرٖ تَجِدُوهُ عِندَ ٱللَّهِۗ
إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا
تَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ ٠)البقراة:
اا)
Artinya : “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah
zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu
usahakan bagi dirimu, tentu kamu
akan mendapat pahala nya pada sisi
Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang
kamu kerjakan” (Q.S
Al – Baqarah /2 : 110)[5]
وَأَقِيمُواْ
ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ ٠)البقراة: ٤٣)
Artinya: “Dan dirikanlah
shalat,
tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku' ” (Q.S
Al – Baqarah /2 : 43)[6]
فَإِن
تَابُواْ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ فَإِخۡوَٰنُكُمۡ فِي ٱلدِّينِۗ
وَنُفَصِّلُ
ٱلۡأٓيَٰتِ
لِقَوۡمٖ يَعۡلَمُونَ ٠)التوبة: اا)
Artinya: “jika mereka bertaubat,
mendirikan sholat dan
menunaikan zakat, Maka(mereka itu) adalah
saudara-saudaramu seagama. dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu
bagi kaum yang mengetahui” (At- Taubah
/9 : 11 )[7]
Dari ayat-ayat di atas, diterangkan dengan jelas tentang perintah
wajib zakat termasuk orang-orang yang berhak menerimanya. Kepada mereka
yang memenuhi kewajiban ini dijanjikan Allah pahala yang berlimpah dunia akhirat. Sebaliknya bagi mereka yang mengingkari
atau menolak
membayarnya akan diancam dengan hukuman yang
keras. Zakat ditunjukkan
sebagai pernyataan yang
jelas akan kebenaran dan kesucian iman serta
pembeda antara muslim dan kafir. Iman tidak boleh hanya
sekedar kata–kata
melainkan harus diwujudkan dengan pengamalan atau perbuatan yang mencerminkan keimanan itu
sendiri.
Selain disebutkan dalam ayat–ayat al-Quran, zakat banyak
dicontohkan oleh sunnah Rasulullah SAW, yang diungkapkan dalam kitab- kitab Hadits. Karena secara koheren, sunnah adalah
sumber utama kedua
dalam Islam yang
menguatkan al-Quran dengan cara
mengupas semua sisi kewajiban islam yang pokok ini, yaitu zakat serta aturannya. Begitu pula dalam hadits ditunjukkan mengenai wajibnya melalui hadits
dari Ibnu Umar, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ
،
وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ
رَمَضَان.
Artinya:
Islam itu didasari atas lima dasar, bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, haji, dan puasa ramadlan.”
(HR. Muslim)[8]
Macam-Macam Persyaratan Zakat
Syarat orang yang wajib berzakat yaitu: muslim, merdeka, baligh dan berakal. Menurut para ahli hukum Islam, ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi agar kewajiban zakat dapat dibebankan pada harta yang dimiliki oleh seorang muslim, syarat-syarat
itu adalah:
1. Milik penuh (sempurna), artinya harta itu dibawah kekuasaan orang yang
wajib zakat atau yang berada di tangannya, tidak tersangkut di dalamnya hak
orang lain.
2. Harta itu berkembang, artinya berkembang baik secara alami berdasarkan
sunnatullah maupun bertambah karena usaha manusia.
3. Melebihi kebutuhan pokok, artinya
harta yang di miliki oleh seseorang itu
melebihi kebutuhan
pokok
yang diperlukan
oleh diri dan keluarga.
4. Bersih dari hutang, artinya harta yang di miliki oleh seseorang itu bersih dari
hutang.
5. Mencapai nisab, artinya harus mencapai jumlah minimal yang wajib di keluarkan
zakatnya.
Adapun persyaratan harta menjadi sumber
atau obyek zakat adalah sebagai
berikut :
1. Harta tersebut
harus di dapatkan dengan cara baik
dan yang halal. Artinya harta
yang haram, baik substansi bendanya
maupun cara mendapatkannya
jelas tidak dapat
dikenakan kewajiban zakat karena Allah swt tidak akan menerimanya. Hal ini sejalan dengan firman Allah
swt dalam surat al-Baqarah ayat
267.
Artinya: “Hai orang-orang
yang beriman
nafkahkanlah
(di
jalan Allah)
sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian
dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk
lalu
kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa
Allah Maha Kaya Lagi Maha Terpuji.” (QS. al-Baqarah:267).[10]
2. Dimiliki secara sempurna, artinya harta tersebut berada di bawah kontrol dan dalam kekuasaan pemiliknya. Di dalamnya tidak tersangkut dengan hak orang
lain dan ia dapat menikmatinya.[11]
3. Harta tersebut termasuk harta wajib zakat. Harta-harta lahir
yang wajib zakati ialah binatang, tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Harta-harta
batin atau yang tersembunyi ialah emas, perak dan barang perniagaan.
Kesepakatan tentang wajib zakat dari harta-harta tersebut ialah:
a. Barang logam adalah
emas dan perak
b. Tumbuh-tumbuhan adalah korma
c. Biji-bijian
adalah gandum dan sya’ir
d. Binatang adalah unta, lembu, kerbau, kambing, biri-biri yang
semuanya mencari makanan sendiri dan tidak dipekerjakan.[12]
Jenis Zakat Yang Wajib Di Zakati
Secara garis besar, jenis atau macam zakat
adalah sebagai berikut:
a. Zakat Maal (zakat harta)
Zakat
maal adalah zakat harta benda meliputi: emas, perak, tumbuh-tumbuhan (buah dan biji-bijian), dan barang perniagaan, binatang ternak, barang tambang dan barang temuan (harta karun) yang telah
mencapai nishab. Makna nishab di
sini adalah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh syar’i
(agama) untuk menjadi pedoman menentukan kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang
memilikinya, jika telah sampai ukuran tersebut. Orang yang memiliki harta dan
telah mencapai nishab atau lebih, diwajibkan mengeluarkan zakat.
b. Zakat Hasil
Pertanian.
Satu lagi yang dikenai zakat adalah
zakat hasil pertanian.
Setiap tanaman yang merupakan makanan pokok dan dapat disimpan, menurut ulama syafi’iyyah wajib dizakati. Hasil pertanian yang
wajib dizakati diantaranya beras, jagung, gandum, dan kurma.[13]
Adapun
nishabnya tumbuh-tumbuhan atau makanan pokok ialah 5 wasaq, berdasarkan
sabda Rasulullah SAW:
“Zakat
itu tidak ada yang kurang dari 5 wasaq.”
(Muttafaqun ‘alaihi)
Dalam menentukan nishab pertanian, ada beberapa pendapat tentang kadar nishab-nya; ada yang menyebutkan 520 kg
beras, 750 kg, bahkan Komite Tetap Fatwa dan Penelitian Islam Saudi Arabia
menetapkan 900 kg. Akan tetapi dalam penghitungan ini, penyusun buku 125
Masalah Zakat menggunakan dasar penelitian dan penghitungan Yusuf Qardhawi
dalam Fiqhuz Zakah, yang menetapkan
nishab hasil pertanian adalah 5 wasaq atau setara dengan 653 kg beras. Apabila
hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti beras, gandum, dan kurma, nishab-nya adalah 653 kg dari hasil
pertanian tersebut.[14]
Akan tetapi, jika hasil pertanian itu selain
makanan pokok, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, dan bunga, nishab-nya disetarakan dengan harga
nishab dari makanan pokok yang paling umum di daerah tersebut.[15]
Adapun ukuran yang dikeluarkan, bila pertanian itu didapatkan dengan
cara pengairan (atau menggunakan alat penyiram tanaman), maka zakatnya sebanyak
1/20 (5%). Dan jika pertanian itu diairi dengan hujan (tadah hujan), maka
zakatnya sebanyak 1/10 (10%). [16]
Contoh
kasus:
Dengan air hujan.
Hasil panen gabah 2.000
kg
Biaya pupuk dll Rp.
500.000,-
Harga jual gabah per kilogramnya Rp. 2.500,-
Harga beras per kg Rp. 5.000 x653kg =
Rp.3.265.000,-
Nishab gabah Rp.3.265.000 : Rp.2.500 = 1.306 kg
Cara menghitungnya:
Hasil
bersih panen = (2.000 kg x Rp. 2.500) – Rp. 500.000,-
=
RP. 4.500.000 : Rp. 2.500 (harga perkilogram gabah)
=
1.800 kg gabah.
Jadi
zakat yang harus dikeluarkan adalah:
1.800
kg x10% = 180 kg gabah senilai Rp. 450.000
Zakat
yang wajib dikeluarkan adalah 180 kg gabah
c. Zakat nafs (zakat jiwa)
Zakat nafs disebut juga dengan dengan zakat fitrah, yaitu
zakat
yang diberikan berkenaan
dengan selesainya
mengerjakan puasa ramadhan sebanyak
satu sok (4 kati atau 2,5 Kg) makanan pokok.[17]
Mustahik Zakat
Orang-orang yang berhak
menerima zakat
menurut firman
Allah dalam surat
al-Taubah ayat
60 ada 8 golongan yang bisa menerima zakat
إِنَّمَا
ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ
قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ
وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ
ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ
٠)التوبة: ٦٠)
Artinya:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu,
hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, Para
mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan
untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan
yang diwajibkan Allah,
dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana” (surat al-Taubah ayat
60)[18]
F. Tujuan Zakat
Bukanlah tujuan Islam, dengan aturan zakatnya untuk mengumpulkan
harta dan memenuhi
kas saja, dan bukan pula sekedar
untuk menolong orang yang lemah dan yang mempunyai kebutuhan serta
menolong
mereka dari kejatuhannya
saja, akan tetapi tujuannya
yang
utama adalah
agar
manusia lebih tinggi
nilainya dari pada harta, sehingga ia menjadi tuannya harta
bukan
menjadi budaknya. Karenanya, maka kepentingan
tujuan zakat terhadap si pemberi sama dengan kepentingannya terhadap si penerima.[19]
Al-Quran telah membuat ibarat tentang tujuan
zakat, dihubungkan dengan orang-orang kaya yang diambil dari padanya zakat,
yaitu disimpulkan pada dua kalimat yang terdiri dari beberapa
huruf, akan tetapi keduanya mengandung aspek yang banyak dari rahasia-rahasia zakat dan tujuan-tujuannya yang agung. Dua kalimat tersebut
adalah tathir/membersihkan dan tazkiyah/mensucikan yang
keduanya terdapat dalam firman Allah: Ambillah olehmu
dari harta mereka, sedekah yang membersihkan dan mensucikan
mereka. Keduanya meliputi segala bentuk pembersihan
dan pensucian, baik material maupun spiritual, bagi pribadi orang kaya dan jiwanya atau bagi harta dan kekayaannya.[20]
Jadi secara garis besar, zakat baik secara pemungutan maupun penggunannya adalah bertujuan
untuk merealisasikan
fungsi-fungsi sosial, ekonomi
dan fungsi psikologis, selain untuk bertujuan ibadah
kepada Allah. Karena yang diharapkan oleh orang yang menunaikan
zakat adalah pahala dari sisi Allah SWT baik di dunia maupun
di akhirat.
Yusuf al-Qardawi membagi
tiga tujuan zakat, yaitu: dari pihak
para wajib zakat (muzakki),
pihak penerima zakat (ashnaf delapan) dan dari kepentingan masyarakat. Tujuan zakat bagi pihak muzaki (pemberi
zakat), antara lain:[21]
1. Zakat dapat mensucikan jiwa dari sifat kikir.
Zakat yang dikeluarkan
si muslim semata karena menurut perintah
Allah dan mencari keridhoan-Nya, akan mensucikan
dari semua
kotoran dosa secara umum dan terutama kotornya dari sifat kikir.
2. Zakat mendidik berinfak dan memberi.
Sebagaimana
halnya zakat mesucikan jiwa muslim dari sifat kikir,
iapun mendidik agar muslim memiliki rasa ingin memberi
menyerahkan dan berinfak. Hal ini karena suka memberi merupakan sifat dan ahklak yang utama.
3. Zakat merupakan manifestasi syukur atas nikmat Allah.
Zakat akan membangkitkan bagi orang
yang
mengeluarkannya
makna sukur
kepada
Allah,
pengakuan akan keutamaan
dan kebaikannya.
Sebagaima yang dikemukakan oleh al-Ghozali:
Sesungguhnya Allah SWT senantiasa memberikan nikamt kepada
hmba-Nya, baik yang berhubungan dengan diri maupun hartanya.
4. Zakat mengobati hati dari cinta
dunia.
Zakat merupakan
suatu
peringatan terhadap hati akan kewajiban kepada tuhannya dan kepada akhirat dan merupakan obat, agar hati jangan
tenggelam kepada kecintaan akan harta, dan kepada dunia secara
berlebih-lebihan.
5. Zakat mengembangkan kekayaan batin.
Diantara tujuan pensucian jiwa yang dibuktikan oleh
zakat adalah tumbuh dan berkembangnya kekayaan
batin dan perasaan
optimisme.
6. Zakat menarik rasa simpati/cinta.
zakat mengikat antara orang kaya dan masyarakatnya dengan ikatan
yang kuat, penuh dengan kecintaan, persaudaraan dan tolong menolong.[22]
Sedangkan tujuan zakat
bagi
penerima zakat
(ashnaf delapan), antara lain:
1. Zakat membebaskan si penerima dari kebutuhan
terutama kebutuhan primer sehari-hari. Islam telah menjadikan pemenuhan kebutuhan materi, sebagai salah satu unsur yang penting dalam
merealisasikan kehidupan bahagia.
2. Zakat menghilangkan sifat dengki dan benci.
Tersucikannya hati
mereka dari rasa kedengkian dan kebencian yang sering meliputi
hati
mereka melihat orang kaya yang bakhil.
Selanjutnya akan muncul di dalam jiwa mereka rasa simpati
hormat serta rasa tanggung jawab untuk ikut mengamankan
dan mendoakan keselamatan
dan pengembangan harta
orang-orang
kaya yang pemurah.[23]
Adapun tujuan zakat dilihat dari kepentingan kehidupan sosial antara lain:
1. Zakat
bernilai ekonomi.
Tujuan zakat dilihat dari segi ekonomi adalah merangsang si
pemilik harta kepada amal perbuatan untuk mengganti
apa yang telah diambil
dari mereka. Ini terutama
jelas sekali pada zakat mata uang, di mana Islam melarang menumpuknya, menahannya
dari peredaran dan pengembangan.
2. Merealisasikan fungsi harta sebagai alat perjuangan menegakan nama Allah (fisabilillah).
Zakat juga mempunyai dampak
positif atau manfaat bagi pemberi dan penerimanya, manfaat tersebut yaitu:
1.
Dapat
menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri di atas
prinsip-prinsip persatuan, persamaan derajat, dan tanggung jawab bersama.
2.
Menjadi
unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan distribusi harta dan keseimbangan
tanggung jawabindividu dalam masyarakat.
3.
Zakat
mempunyai dimensi fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah dan juga
merupakan perwujudan solidaritas sosial.
4.
Mewujudkan
tatanan masyarakat yang sejahtera sehingga hubungan antara sesama menjadi
rukun, damai, dan harmonis, yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang
tentram dan aman, baik lahir maupun batin. [25]
Hikmah dan Fungsi Zakat
1. Hikmah
Zakat
Dalam ajaran Islam
tiap-tiap
perintah untuk melakukan ibadah mengandung hikmah dan rahasia yang sangat berguna bagi
pelaku ibadah
tersebut, termasuk ibadah
zakat.
Sesuai dengan
ibadah, zakat yang secara etimologis bermakna bersih,
tumbuh, dan baik, maka ibadah ini akan memberi keuntungan bagi
pelakunya, meskipun secara matematik
dan kuantitatif akan berakibat mengurangi
jumlah harta kekayaan.
Dengan mengetahui
hikmah suatu kewajiban atau larangan,
akan diperoleh jawaban yang memuaskan
dan
logis, yaitu mengapa
hal itu diwajibkan atau dilarang
oleh Tuhan. Hikmah zakat
ditujukan untuk kedua belah pihak, yaitu pihak wajib zakat (muzakki) dan
pihak penerima zakat (mustahiq),
yaitu:[26]
a. Untuk menjaga agar jangan mudah timbul kejahatan-kejahatan dari si miskin.
b. Membantu si miskin dan si lemah supaya ia dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban dijalan Allah SWT.
c. Menghilangakn sifat-sifat kikir
serta akhlak jelek hanya mementingakn diri sendiri.
d. Menanamkan rasa
kasih
sayang antara
sesama anggota
masyarakat.
Sedangkan menurut Teungku Muhammad
Hasbi Ash- Shiddieqy dalam bukunya yang berjudul “Al-Islam” menyebutkan
hikmat-hikmat zakat adalah sebagai berikut:[27]
a. Sembahyang yang disyariatkan adalah untuk memperbaiki jiwa
anggota masyarakat. Adapun zakat itu difardlukan untuk memperbaiki
urusan pergaulan, yakni untuk menegakkan hidup
yang bersifat tolong-menolong
atau menciptakan masyarakat yang sosialis.
b. Zakat itu diambil dari para hartawan (yang mempunyai harta yang cukup nisab) adalah
buat menegakkan
rukun yang
sekarang telah disia-siakan umat, yaitu “mensucikan
jiwa dari kikir dan lokek”.
c. Zakat disyariatkan untuk menghilangakan kesenjangan antara
orang-orang fakir dengan orang-orang
kaya, merupakan benih yang amat subur untuk terjadinya kerusuhan dan perusakan harta
benda.
a. Manifestasi rasa syukur atas nikmat Allah SWT karena harta kekayaan
yang diperoleh seseorang adalah
atas karunia-Nya. Dengan bersyukur, harta dan nikmat
itu akan bertambah berlipat ganda.
b. Melaksanakan pertanggungjawaban
sosial, karena harta kekayaan yang diperoleh
oleh orang kaya, tidak terlepas dari
adanya andil dan bantuan orang
lain baik langsung maupun tidak langsung.
c. Dengan mengeluarkan
zakat,
golongan ekonomi lemah dan
orang yang tidak mampu
merasa terbantu, dengan demikian
akan tumbuh rasa persaudaraan dan kedamaian dalam masyarakat.
d. Mendidik dan membiasakan orang menjadi
pemurah yang terpuji
dan menjauhkan diri dari sifat bakhil dan tercela.
e. Mengantisipasi dan ikut mengurangi kerawanan dan penyakit sosial
seperti: pencurian, perampokan
dan berbagai tindakan kriminal yang ditimbulkan akibat kemiskinan dan kesenjangan sosial
sebagai akibat tidak langsung atas sikap orang-orang kaya
yang tidak
mempunyai kepedulian sosial.
a. Menyucikan jiwa manusia
dari
buruknya kekikiran dan ketamakan
b. Membantu kaum dan memenuhi kebutuhan orang-orang lemah
c. Membentangkan kemaslahatan
umum
yang
menjadi
standar kehidupan manusia
dan kebahagiaanya.
Dari beberapa pendapat diatas
dapat penulis simpulkan bahwa hikmah zakat adalah zakat memberi
keuntungan
kepada semua
pihak, utamanya bagi orang kaya.
a. Bagi yang miskin,
dengan dana zakat akan
mendorong dan memberi
kesempatan untuk
berusaha dan bekerja
keras sehingga pada gilirannya berubah dari golongan
penerima zakat menjadi golongan penerima
zakat menjadi golongan pembayar zakat.
b. Bagi orang kaya,
memperoleh
kesempatan untuk menikmati hasil
usahanya, yaitu terlaksananya
berbagai kewajiban agama
dan ibadah kepada Allah, memperoleh kesempatan mengembangkan
kekayaannya melalui zakat, dalam
kapasitasnya sebagai
khalifah Allah
dapat
melaksanakan
amanah Tuhan yang Maha Adil.
c. Mengembangkan jati diri dan fitrah manusia sebagai
makhluk sosial (zoon politicon dan homo socion).
2. Fungsi
zakat
a. Fungsi sosial zakat
Dengan pelaksanaan yang baik dan sungguh-sungguh
sesuai dengan ketentuan Allah dalam al-Quran, maka fungsi social zakat
adalah sebagai berikut:[30]
1. Zakat berfungsi sebagai suatu sarana jaminan sosial dan persatuan masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan- kebutuhan pokok individu, memberantas kemelaratan dan menyia-nyiakan
sesama orang Islam.
2. Sebagai pelunak
hati
dan
alat
penyebaran
Islam. Ini
terlihat pada pemberian zakat
salah
satunya diberikan kepada muallaf
yang dibujuk hatinya agar tetap teguh
dalam
ke-Islaman.
3. Zakat merupakan
suatu
sarana untuk
memperbesar volume harta yang disediakan buat memberi jaminan sosial
dalam hutang piutang dan merupakan payung
pelindung bagi orang-orang yang terjerat dalam hutang. Ini tampak pada diberikannya zakat
kepada ghorimin (orang
yang berhutang).
b. Fungsi
Ekonomi Zakat
Zakat dilihat dari segi ekonomi adalah merangsang si pemilik
harta kepada amal
perbuatan untuk mengganti apa yang
telah
diambil dari mereka. Ini terutama jelas sekali pada zakat mata uang. Di mana Islam melarang menumpuknya, menahannya dari peredaran dan pengembangan. Firman Allah dalam Q.S. At-Taubah
34:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلۡأَحۡبَارِ وَٱلرُّهۡبَانِ
لَيَأۡكُلُونَ أَمۡوَٰلَ ٱلنَّاسِ بِٱلۡبَٰطِلِ
وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۗ وَٱلَّذِينَ
يَكۡنِزُونَ ٱلذَّهَبَ وَٱلۡفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ
ٱللَّهِ
فَبَشِّرۡهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٖ ٠)التوبة: ٣٤)
Artinya: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak
serta tidak menafkahkannya pada
jalan Allah, maka beritahukanlah pada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (Q.S. At-Taubah: 34).[31]
Tentulah tidaklah
cukup
dengan
sekedar
ancaman
yang berat ini. Akan tetapi Islam mengumumkan perang dalam praktek
terhadap usaha penumpukan dan
membuat garis yang tegas
dan bijaksana untuk mengeluarkan uang dari kas dan simpanan, hal ini
tercermin ketika Islam mewajibkan setengah dari kekayaan uang, apakah diusahakan, diasalkan dan dikembangkan
sehingga tidak habis dimakan waktu. Secara rinci fungsi ekonomi
dari
zakat dapat dijabarkan sebagai berikut.
1) Pelaksanaan zakat erat
hubungannya dengan
suatu
ekonomi
karena ia mendorong kehidupan ekoniomi hingga tercipta
padanya pengaruh-pengaruh agar
orang-orang
dapat
menunaikan zakat.
2) Dalam sistem perekonomian Islam uang
itu
tidak akan mempunyai kebaikan dan laba yang halal bila ia dibiarkan saja tanpa dioprasikan, tetapi ia harus terpotong
oleh zakat manakala masih mencapai satu nisab dan khaulnya sedangkan Islam mengharamkan riba.
3) Pada umumnya
harta yang wajib dizakatkan adalah mempunyai
sifat
berkembang atau sudah menjadi harta simpanan, dan zakat dikeluarkan dari hasil pertumbuhannya, bukan dari modalnya. Dengan demikian
harta
itu akan tetap sehat, masyarakatpun
sehat dan ekonomi
nasionalpun sehat, berkat harta itu berkembang dengan pesat dan seproduktif mungkin.
Jakarta, 2006, hlm. 497.
[8] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Lu’lu’ Wal Marjan: Kumpulan Hadis Shahih Bukhari Muslim, Penerjemah: Ahmad
Sunarto, Pustaka Nuun, Semarang, 2012, hlm. 3.
[11] Al-Imam Abu Hamid Al-Ghazali, Rahasia
Puasa dan Zakat, Penerjemah:
Muhammad Al-Baqir, PT. Mizan, Jakarta, 2015, hlm. 66.
[12] Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy, Pedoman Zakat, PT. Pustaka Rizki Putra,
Semarang, 2009, hlm. 7.
[19] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Alih Bahasa: Salman
Harun, Penerbit Pustaka Litera Antar Nusa, Bogor, 2006,
hlm. 848.
[29] Abu Bakar Jabir El-Jazairi, Pola Hidup Muslim, Alih Bahasa, Rachmat Djatnika dan.
A.
Sumpeno, PT Rosda Karya, Bandung, 1997, hlm. 207.
[30] Syauqi Ismail Syahhatin, Penerapan Zakat dalam Dunia Modern, Alih Bahasa: Anshari Umar Sitanggal, Pustaka Dian Dan Antar Kota, Jakarta, 1987, hlm. 93.
0 komentar:
Post a Comment