Sunday, February 25, 2018

KONSEP ZAKAT DALAM ISLAM

         Ditinjau dari segi bahasa, kata Zakat merupakan kata dasar (masdar) dari Zakā yang berarti berkah, tumbuh, bersih, dan baik.[1]
Menurut Quraish Shihab, zakat secara harfiah terminologi berarti:
a. Peningkatan atau pengembangan (development), karena ia mengantar kepada peningkatan kesejahteraan di dunia dan penambahan pahala di akhirat.
b. Penyucian  karena  penunaian zakat  mensucikan pelakunya dari dosa-dosa.[2]
Sedang secara terminologi pengertian zakat didefinisikan sebagai berikut:
a.  Dalam ensiklopedi Al-Quran dinyatakan bahwa:


“Menurut istilah hukum Islam zakat itu maksudnya mengeluarkan sebagian harta diberikan kepada yang berhak menerimanya,  supaya  harta  yang  ditinggal  menjadi  harta yang bersih dan orang yang mempunyai harta menjadi suci jiwa dan tingkah lakunya.”[3]

b.  Sayyid Sabiq dalam buku Fiqih Sunnah menyatakan bahwa:
  “Zakat  adalah  nama  atau  sebutan  dan  sesuatu  hak  Allah yang dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin. Dinamakan zakat, karena didalamnya terkandung harapan untuk memperoleh berkah, membersihkan jiwa dan memupuknya dengan berbagai kebajikan.”[4]

Dari berbagai pendapat diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa zakat adalah memberikan sebagian harta tertentu oleh orang yang telah memenuhi syarat-syaratnya, kepada orang- orang tertentu.
Dengan demikian pengertian ibadah zakat adalah memberikan sebagian harta tertentu oleh orang yang telah memenuhi syarat-syaratnya, kepada  orang-orang tertentu  dengan  hanya  mengharap keridloan Allah swt.

       Dasar Hukum Zakat

Surat At-Taubah adalah salah satu surat dalam Al-Quran yang memberikan perhatian besar pada masalah zakat. Demikian juga ayat ayat yang turun di Madinah menegaskan zakat itu wajib, dalam bentuk perintah yang tegas dan instruksi pelaksanaan yang jelas. Hukum wajib zakat tersebut dapat kita lihat pada beberapa firman Allah SWT sebagai berikut:
وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَمَا تُقَدِّمُواْ لِأَنفُسِكُم مِّنۡ خَيۡرٖ تَجِدُوهُ عِندَ ٱللَّهِۗ
 إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ  ٠)البقراة: اا)
Artinya :  Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan” (Q.S Al – Baqarah /2 : 110)[5]

وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ  ٠)البقراة: ٤٣)
Artinya: “Dan  dirikanlah  shalat,  tunaikanlah  zakat  dan  ruku'lah beserta orang-orang yang ruku' (Q.S Al – Baqarah /2 : 43)[6]


فَإِن تَابُواْ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ فَإِخۡوَٰنُكُمۡ فِي ٱلدِّينِۗ وَنُفَصِّلُ
ٱلۡأٓيَٰتِ لِقَوۡمٖ يَعۡلَمُونَ ٠)التوبة: اا)
Artinya:  “jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka(mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.  dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui (At- Taubah /9 : 11 )[7]

Dari ayat-ayat di atas, diterangkan dengan jelas tentang perintah wajib zakat termasuk orang-orang yang berhak menerimanya. Kepada mereka yang memenuhi kewajiban ini dijanjikan Allah pahala yang berlimpah dunia akhirat.  Sebaliknya  bagi  mereka  yang  mengingkari  atau  menolak membayarnya akan diancam dengan hukuman yang keras. Zakat ditunjukkan sebagai pernyataan yang jelas akan kebenaran dan kesucian iman serta pembeda antara muslim dan kafir. Iman tidak boleh hanya sekedar katakata melainkan harus diwujudkan dengan pengamalan atau perbuatan yang mencerminkan keimanan itu sendiri.
Selain disebutkan dalam ayatayat al-Quran, zakat banyak dicontohkan oleh sunnah Rasulullah SAW, yang diungkapkan dalam kitab- kitab  Hadits.  Karena  secara  koheren,  sunnah  adalah  sumber  utama  kedua dalam Islam yang menguatkan al-Quran dengan cara mengupas semua sisi kewajiban islam yang pokok ini, yaitu zakat serta aturannya. Begitu pula dalam hadits ditunjukkan mengenai wajibnya melalui hadits dari Ibnu Umar, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
 بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ،
 وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَان.
Artinya:  Islam itu didasari atas lima dasar, bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, haji, dan puasa ramadlan.” (HR. Muslim)[8]

       Macam-Macam Persyaratan Zakat
Syarat orang yang wajib berzakat yaitu: muslim, merdeka, baligh dan berakal. Menurut para ahli hukum Islam, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kewajiban zakat dapat dibebankan pada harta yang dimiliki oleh seorang muslim, syarat-syarat itu adalah:
1.  Milik penuh (sempurna), artinya harta itu dibawah kekuasaan orang yang wajib zakat atau yang berada di tangannya, tidak tersangkut di dalamnya hak orang lain.
2.  Harta itu berkembang, artinya berkembang baik secara alami berdasarkan sunnatullah maupun bertambah karena usaha manusia.
3.  Melebihi kebutuhan pokok, artinya harta yang di miliki oleh seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarga.
4. Bersih dari hutang, artinya harta yang di miliki oleh seseorang itu bersih dari hutang.
5. Mencapai nisab, artinya harus mencapai jumlah minimal yang wajib di keluarkan zakatnya.
6.  Mencapai haul, artinya harus mencapai waktu tertentu. [9]

Adapun persyaratan harta menjadi sumber atau obyek zakat adalah sebagai berikut :
1.  Harta tersebut harus di dapatkan dengan cara baik dan yang halal. Artinya harta yang haram, baik substansi bendanya maupun  cara mendapatkannya jelas tidak  dapat  dikenakan  kewajiban  zakat karena Allah swt  tidak akan menerimanya. Hal ini sejalan dengan firman Allah swt dalam surat al-Baqarah ayat 267.
Artinya:  Hai  orang-orang  yang  beriman  nafkahkanlah  (di  jalan Allah) sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah  kamu  memilih  yang  buruk-buruk  lalu  kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya Lagi Maha Terpuji.” (QS. al-Baqarah:267).[10]

2. Dimiliki secara sempurna, artinya harta tersebut berada di bawah kontrol dan dalam kekuasaan pemiliknya. Di dalamnya tidak tersangkut dengan hak orang lain dan ia dapat menikmatinya.[11]
3. Harta tersebut termasuk harta wajib zakat. Harta-harta lahir yang wajib zakati ialah binatang, tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Harta-harta batin atau yang tersembunyi ialah emas, perak dan barang perniagaan. Kesepakatan tentang wajib zakat dari harta-harta tersebut ialah:
     a. Barang logam adalah emas dan perak
b. Tumbuh-tumbuhan adalah korma
            c. Biji-bijian adalah gandum dan sya’ir
d. Binatang adalah unta, lembu, kerbau, kambing, biri-biri yang semuanya mencari makanan sendiri dan tidak dipekerjakan.[12]

  Jenis Zakat Yang Wajib Di Zakati

Secara garis besar,  jenis atau macam zakat adalah sebagai berikut:
a.  Zakat Maal (zakat harta)
Zakat maal adalah zakat harta benda meliputi: emas, perak, tumbuh-tumbuhan (buah dan biji-bijian), dan barang perniagaan, binatang ternak, barang tambang dan barang temuan (harta karun) yang telah mencapai nishab. Makna nishab di sini adalah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh syar’i (agama) untuk menjadi pedoman menentukan kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang memilikinya, jika telah sampai ukuran tersebut. Orang yang memiliki harta dan telah mencapai nishab atau lebih, diwajibkan mengeluarkan zakat.
b.    Zakat Hasil Pertanian.
Satu lagi yang dikenai zakat adalah zakat hasil pertanian. Setiap tanaman yang merupakan makanan pokok dan dapat disimpan, menurut ulama syafi’iyyah wajib dizakati. Hasil pertanian yang wajib dizakati diantaranya beras, jagung, gandum, dan kurma.[13]
                        Adapun nishabnya tumbuh-tumbuhan atau makanan pokok ialah 5 wasaq, berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
“Zakat itu tidak ada yang kurang dari 5 wasaq.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Dalam menentukan nishab pertanian, ada beberapa pendapat tentang kadar nishab-nya; ada yang menyebutkan 520 kg beras, 750 kg, bahkan Komite Tetap Fatwa dan Penelitian Islam Saudi Arabia menetapkan 900 kg. Akan tetapi dalam penghitungan ini, penyusun buku 125 Masalah Zakat menggunakan dasar penelitian dan penghitungan Yusuf Qardhawi dalam Fiqhuz Zakah, yang menetapkan nishab hasil pertanian adalah 5 wasaq atau setara dengan 653 kg beras. Apabila hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti beras, gandum, dan kurma, nishab-nya adalah 653 kg dari hasil pertanian tersebut.[14]
Akan tetapi, jika hasil pertanian itu selain makanan pokok, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, dan bunga, nishab-nya disetarakan dengan harga nishab dari makanan pokok yang paling umum di daerah tersebut.[15]
Adapun ukuran yang dikeluarkan, bila pertanian itu didapatkan dengan cara pengairan (atau menggunakan alat penyiram tanaman), maka zakatnya sebanyak 1/20 (5%). Dan jika pertanian itu diairi dengan hujan (tadah hujan), maka zakatnya sebanyak 1/10 (10%). [16]
            Contoh kasus:
Dengan air hujan.
Hasil panen gabah                                     2.000 kg
Biaya pupuk dll                                         Rp. 500.000,-
Harga jual gabah per kilogramnya            Rp. 2.500,-
Harga beras per kg Rp. 5.000 x653kg = Rp.3.265.000,-
Nishab gabah Rp.3.265.000 : Rp.2.500 = 1.306 kg
Cara menghitungnya:
      Hasil bersih panen = (2.000 kg x Rp. 2.500) – Rp. 500.000,-
      = RP. 4.500.000 : Rp. 2.500 (harga perkilogram gabah)
      = 1.800 kg gabah.
      Jadi zakat yang harus dikeluarkan adalah:
      1.800 kg x10% = 180 kg gabah senilai Rp. 450.000
      Zakat yang wajib dikeluarkan adalah 180 kg gabah


c.    Zakat nafs (zakat jiwa)
Zakat nafs disebut juga dengan dengan zakat fitrah, yaitu  zakat  yang  diberikan  berkenaan  dengan  selesainya mengerjakan puasa ramadhan sebanyak satu sok (4 kati atau 2,5 Kg) makanan pokok.[17]

   Mustahik Zakat

Orang-orang yang berhak menerima zakat menurut firman Allah dalam surat al-Taubah ayat 60 ada 8 golongan yang bisa menerima zakat
إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ
 وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةٗ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ  ٠)التوبة: ٦٠)   
Artinya:  Sesungguhnya  zakat-zakat  itu,  hanyalah  untuk  orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang  yang  berhutang,  untuk  jalan  Allah  dan  untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”  (surat al-Taubah ayat 60)[18]


F.   Tujuan Zakat

 Bukanlah tujuan Islam, dengan aturan zakatnya untuk mengumpulkan harta  dan memenuhi kas saja, dan bukan pula sekedar untuk menolong orang yang lemah dan yang mempunyai kebutuhan  serta menolong mereka dari kejatuhannya saja, akan tetapi tujuannya  yang  utama  adalah  agar  manusia  lebih  tinggi nilainya dari pada harta, sehingga ia menjadi  tuannya harta  bukan menjadi budaknya. Karenanya, maka kepentingan tujuan zakat terhadap si pemberi sama dengan kepentingannya terhadap si penerima.[19]
Al-Quran telah membuat ibarat tentang tujuan zakat, dihubungkan dengan orang-orang kaya yang diambil dari padanya zakat, yaitu disimpulkan pada dua kalimat yang terdiri dari beberapa huruf, akan tetapi keduanya mengandung aspek yang banyak dari rahasia-rahasia zakat dan tujuan-tujuannya yang agung. Dua kalimat tersebut adalah tathir/membersihkan dan tazkiyah/mensucikan yang keduanya terdapat dalam firman Allah: Ambillah olehmu  dari harta mereka, sedekah yang membersihkan dan mensucikan mereka. Keduanya meliputi segala bentuk pembersihan dan pensucian, baik material maupun spiritual, bagi pribadi orang kaya dan jiwanya atau bagi harta dan kekayaannya.[20]
Jadi secara garis besar, zakat baik secara pemungutan maupun penggunannya adalah bertujuan untuk merealisasikan fungsi-fungsi sosial, ekonomi dan fungsi psikologis, selain untuk bertujuan ibadah kepada Allah. Karena yang diharapkan oleh orang yang menunaikan zakat adalah pahala dari sisi Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat.
Yusuf al-Qardawi membagi tiga tujuan zakat, yaitu: dari pihak para wajib zakat (muzakki), pihak penerima zakat (ashnaf delapan) dan dari kepentingan masyarakat. Tujuan zakat bagi pihak muzaki (pemberi zakat), antara lain:[21]
1. Zakat dapat mensucikan jiwa dari sifat kikir.

Zakat yang dikeluarkan si muslim semata karena menurut perintah Allah  dan  mencari  keridhoan-Nya, akan  mensucikan  dari  semua kotoran dosa secara umum dan terutama kotornya dari sifat kikir.
2. Zakat mendidik berinfak dan memberi.
Sebagaimana halnya zakat mesucikan jiwa muslim dari sifat kikir, iapun mendidik agar muslim memiliki rasa ingin memberi menyerahkan dan berinfak. Hal ini karena suka memberi merupakan sifat dan ahklak yang utama.
3. Zakat merupakan manifestasi syukur atas nikmat Allah.
Zakat  akan  membangkitkan  bagi  orang  yang  mengeluarkannya makna   sukur   kepada   Allah,   pengakuan   akan   keutamaan dan  kebaikannya. Sebagaima yang dikemukakan oleh al-Ghozali: Sesungguhnya Allah SWT senantiasa memberikan nikamt kepada hmba-Nya, baik yang berhubungan dengan diri maupun hartanya.
4. Zakat mengobati hati dari cinta dunia.
Zakat merupakan suatu peringatan terhadap hati akan kewajiban kepada tuhannya dan kepada akhirat dan merupakan obat, agar hati jangan tenggelam kepada kecintaan akan harta, dan kepada dunia secara berlebih-lebihan.
5. Zakat mengembangkan kekayaan batin.
Diantara tujuan pensucian jiwa yang dibuktikan oleh zakat adalah tumbuh  dan  berkembangnya kekayaan  batin  dan  perasaan optimisme.
6. Zakat menarik rasa simpati/cinta.
zakat mengikat antara orang kaya dan masyarakatnya dengan ikatan yang kuat, penuh dengan kecintaan, persaudaraan dan tolong menolong.[22]
Sedangkan   tujuan   zakat   bagi   penerima   zakat   (ashnaf delapan), antara lain:
1.  Zakat membebaskan si penerima dari kebutuhan terutama kebutuhan primer sehari-hari. Islam telah menjadikan pemenuhan kebutuhan materi, sebagai salah satu unsur yang penting dalam merealisasikan kehidupan bahagia.
2. Zakat menghilangkan sifat dengki dan benci.

Tersucikannya hati mereka dari rasa kedengkian dan kebencian yang sering meliputi hati mereka melihat orang kaya yang bakhil. Selanjutnya   akan muncul di dalam jiwa mereka rasa simpati hormat serta rasa tanggung jawab untuk ikut mengamankan dan mendoakan  keselamatan  dan  pengembangan harta  orang-orang kaya yang pemurah.[23]
Adapun  tujuan  zakat  dilihat  dari  kepentingan kehidupan sosial antara lain:
1.  Zakat bernilai ekonomi.

Tujuan zakat dilihat dari segi ekonomi adalah merangsang si pemilik harta kepada amal perbuatan untuk mengganti apa yang telah diambil dari mereka. Ini terutama jelas sekali pada zakat mata uang, di mana Islam melarang menumpuknya, menahannya dari peredaran dan pengembangan.
2. Merealisasikan fungsi harta sebagai alat perjuangan menegakan nama Allah (fisabilillah).
3. Mewujudkan keadilan sosial ekonomi masyarakat pada umumnya.[24]
Zakat juga mempunyai dampak positif atau manfaat bagi pemberi dan penerimanya, manfaat tersebut yaitu:
1.      Dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri di atas prinsip-prinsip persatuan, persamaan derajat, dan tanggung jawab bersama.
2.      Menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan distribusi harta dan keseimbangan tanggung jawabindividu dalam masyarakat.
3.      Zakat mempunyai dimensi fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah dan juga merupakan perwujudan solidaritas sosial.
4.      Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera sehingga hubungan antara sesama menjadi rukun, damai, dan harmonis, yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang tentram dan aman, baik lahir maupun batin. [25]

       Hikmah dan Fungsi Zakat

1.  Hikmah Zakat

Dalam  ajaran  Islam  tiap-tiap  perintah  untuk  melakukan ibadah mengandung hikmah dan rahasia yang sangat berguna bagi pelaku  ibadah  tersebut,  termasuk  ibadah  zakat.  Sesuai  dengan ibadah, zakat yang secara etimologis bermakna bersih, tumbuh, dan baik, maka ibadah ini akan memberi keuntungan bagi pelakunya, meskipun secara matematik dan kuantitatif akan berakibat mengurangi jumlah harta kekayaan.
Dengan mengetahui hikmah suatu kewajiban atau larangan, akan diperoleh jawaban yang memuaskan dan logis, yaitu mengapa hal itu diwajibkan atau dilarang oleh Tuhan. Hikmah zakat ditujukan untuk kedua belah pihak, yaitu pihak wajib zakat (muzakki) dan pihak penerima zakat (mustahiq), yaitu:[26]
a.  Untuk menjaga agar jangan mudah timbul kejahatan-kejahatan dari si miskin.
b.  Membantu si miskin dan si lemah supaya ia dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban dijalan Allah SWT.
c.  Menghilangakn   sifat-sifat   kikir   serta   akhlak   jelek   hanya mementingakn diri sendiri.
d.  Menanamkan   rasa   kasih   sayang   antara   sesama   anggota masyarakat.
Sedangkan menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy dalam bukunya yang berjudul Al-Islam menyebutkan hikmat-hikmat zakat adalah sebagai berikut:[27]
a.  Sembahyang yang disyariatkan adalah untuk memperbaiki jiwa anggota masyarakat. Adapun zakat itu difardlukan untuk memperbaiki urusan pergaulan, yakni untuk menegakkan hidup yang bersifat tolong-menolong atau menciptakan masyarakat yang sosialis.
b.  Zakat itu diambil dari para hartawan (yang mempunyai harta yang   cukup   nisab)   adalah   buat   menegakkan  rukun   yang sekarang telah disia-siakan umat, yaitu mensucikan jiwa dari kikir dan lokek”.
c.  Zakat disyariatkan untuk menghilangakan kesenjangan antara orang-orang fakir dengan orang-orang kaya, merupakan benih yang amat subur untuk terjadinya kerusuhan dan perusakan harta benda.
Selanjutnya   jika   dilihat   dari   segi   pengaruhnya,   zakat mengandung beberapa hikmah diantaranya:[28]
a.  Manifestasi rasa syukur atas nikmat Allah SWT karena harta kekayaan  yang  diperoleh seseorang adalah  atas  karunia-Nya. Dengan bersyukur, harta dan nikmat itu akan bertambah berlipat ganda.
b.  Melaksanakan  pertanggungjawaban   sosial,  karena harta kekayaan yang diperoleh oleh orang kaya, tidak terlepas dari adanya andil  dan  bantuan orang  lain  baik  langsung  maupun tidak langsung.
c.  Dengan mengeluarkan  zakat, golongan ekonomi lemah  dan orang  yang  tidak  mampu  merasa terbantu, dengan  demikian akan tumbuh rasa persaudaraan dan kedamaian dalam masyarakat.
d.  Mendidik  dan  membiasakan  orang  menjadi  pemurah  yang terpuji dan menjauhkan diri dari sifat bakhil dan tercela.
e.  Mengantisipasi dan ikut mengurangi kerawanan dan penyakit sosial seperti: pencurian, perampokan dan berbagai tindakan kriminal yang ditimbulkan akibat kemiskinan dan kesenjangan sosial sebagai akibat tidak langsung atas sikap orang-orang kaya yang tidak mempunyai kepedulian sosial.
Menurut Abu Bakar Jabir El-Jaziri, diantara hikmah disyariaatkan zakat adalah sebagai berikut:[29]
a.  Menyucikan   jiwa   manusia   dari   buruknya   kekikiran    dan ketamakan
b. Membantu kaum dan memenuhi kebutuhan orang-orang lemah
        c. Membentangkan  kemaslahatan  umum  yang  menjadi  standar kehidupan manusia dan kebahagiaanya.
Dari beberapa pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa hikmah  zakat  adalah  zakat  memberi  keuntungan  kepada  semua pihak, utamanya bagi orang kaya.
a.  Bagi  yang  miskin,  dengan  dana  zakat  akan  mendorong  dan memberi   kesempatan   untuk   berusaha   dan   bekerja   keras sehingga pada gilirannya berubah dari golongan penerima zakat menjadi golongan penerima zakat menjadi golongan pembayar zakat.
b.  Bagi orang  kaya, memperoleh  kesempatan  untuk  menikmati hasil usahanya, yaitu terlaksananya berbagai kewajiban agama dan ibadah kepada Allah, memperoleh kesempatan mengembangkan kekayaannya melalui zakat, dalam kapasitasnya   sebagai   khalifah   Allah   dapat   melaksanakan amanah Tuhan yang Maha Adil.
c.  Mengembangkan jati diri dan fitrah manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon dan homo socion).
2.  Fungsi zakat

a.  Fungsi sosial zakat


Dengan pelaksanaan yang baik dan sungguh-sungguh sesuai dengan ketentuan Allah dalam al-Quran, maka fungsi social zakat adalah sebagai berikut:[30]
1.  Zakat berfungsi sebagai suatu sarana jaminan sosial dan persatuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan- kebutuhan pokok individu, memberantas kemelaratan dan menyia-nyiakan sesama orang Islam.
2. Sebagai  pelunak  hati  dan  alat  penyebaran  Islam.  Ini terlihat  pada  pemberian zakat  salah  satunya  diberikan kepada muallaf   yang dibujuk hatinya agar tetap teguh dalam ke-Islaman.
3. Zakat   merupakan suatu sarana   untuk memperbesar volume harta yang disediakan buat memberi jaminan sosial dalam hutang piutang dan merupakan payung pelindung bagi orang-orang yang terjerat dalam hutang. Ini tampak pada diberikannya zakat kepada ghorimin (orang yang berhutang).
b.  Fungsi Ekonomi Zakat

Zakat dilihat dari segi ekonomi adalah merangsang si pemilik harta  kepada  amal  perbuatan  untuk  mengganti  apa  yang  telah diambil dari mereka. Ini terutama jelas sekali pada zakat mata uang. Di mana Islam melarang menumpuknya, menahannya dari peredaran dan pengembangan. Firman Allah dalam Q.S. At-Taubah 34:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلۡأَحۡبَارِ وَٱلرُّهۡبَانِ لَيَأۡكُلُونَ أَمۡوَٰلَ ٱلنَّاسِ بِٱلۡبَٰطِلِ
 وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۗ وَٱلَّذِينَ يَكۡنِزُونَ ٱلذَّهَبَ وَٱلۡفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ
 ٱللَّهِ فَبَشِّرۡهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٖ ٠)التوبة: ٣٤)
Artinya:  Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah pada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (Q.S. At-Taubah: 34).[31]

Tentulah  tidaklah  cukup  dengan  sekedar  ancaman  yang berat ini. Akan tetapi Islam mengumumkan perang dalam praktek terhadap  usaha  penumpukan dan  membuat garis  yang  tegas  dan bijaksana untuk mengeluarkan uang dari kas dan simpanan, hal ini tercermin ketika Islam mewajibkan setengah dari kekayaan uang, apakah diusahakan, diasalkan dan dikembangkan sehingga tidak habis dimakan waktu. Secara rinci fungsi ekonomi dari zakat dapat dijabarkan sebagai berikut.
1)  Pelaksanaan  zakat  erat  hubungannya  dengan  suatu  ekonomi karena ia mendorong kehidupan ekoniomi hingga tercipta padanya  pengaruh-pengaruh  agar  orang-orang  dapat menunaikan zakat.
2)  Dalam   sistem   perekonomian   Islam   uang   itu   tidak   akan mempunyai kebaikan dan laba yang halal bila ia dibiarkan saja tanpa dioprasikan, tetapi ia harus terpotong oleh zakat manakala masih mencapai satu nisab dan khaulnya sedangkan Islam mengharamkan riba.
3)  Pada umumnya  harta yang wajib dizakatkan adalah mempunyai sifat berkembang atau sudah menjadi harta simpanan, dan zakat dikeluarkan dari hasil pertumbuhannya, bukan dari modalnya.  Dengan demikian harta itu akan tetap sehat, masyarakatpun sehat         dan ekonomi nasionalpun sehat, berkat harta itu berkembang dengan pesat dan seproduktif mungkin.


[1] Tim Emir, Panduan Zakat Terlengkap, Jakarta, Erlangga, 2016, hlm. 1-2.
[2] Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Mizan, Bandung, 1998, hlm 269.
[3] Fahruddin HS., Ensiklopedi Islam, Buku II, Rinneka Cipta, Jakarta, 1992, hlm. 618.
[4] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid I, Alih Bahasa: Nor Hasanudin, Pena Pundi Aksara,
Jakarta, 2006, hlm. 497.

[5] Tim Penyusun, Alquran Al-Karim dan Terjemah Bahasa Indonesia,  Menara Qudus,  2006, hlm. 20.
[6] Tim Penyusun, Alquran Al-Karim ……………………….hlm. 20.
[7] Tim Penyusun, Alquran Al-Karim ……………………….hlm. 80
[8] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Lu’lu’ Wal Marjan: Kumpulan Hadis Shahih Bukhari Muslim, Penerjemah: Ahmad Sunarto, Pustaka Nuun, Semarang, 2012, hlm. 3.

[9] Tim Emir, Panduan Zakat Terlengkap, Jakarta, Erlangga, 2016, hlm. 13-15.
[10] Tim Penyusun, Alquran Al-Karim dan Terjemah Bahasa Indonesia,  Menara Qudus,  2006, hlm. 45.
[11] Al-Imam Abu Hamid Al-Ghazali, Rahasia Puasa dan Zakat,  Penerjemah: Muhammad Al-Baqir, PT. Mizan, Jakarta, 2015, hlm. 66.
[12] Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy, Pedoman Zakat, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2009, hlm. 7.
[13] Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat, Tiga Serangkai, Solo, 2008, hlm. 213.
[14] Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat………hlm. 213.
[15] Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat………hlm. 212.
[16] Aliy As’ad, Terjemah Fathul Muin Jilid 2, Menara Kudus, Kudus, 1999, hlm. 10.
[17]Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy, Pedoman Zakat.................... hlm. 7.
[18] Tim Penyusun, Alquran Al-Karim................. hlm. 196.
[19] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Alih Bahasa: Salman Harun, Penerbit Pustaka Litera Antar Nusa, Bogor, 2006, hlm. 848.
[20] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat.....................hlm. 848.
[21] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat..........................hlm. 857.

       [22] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat……… hlm. 858-873.
[23] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat……… hlm. 875
[24] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat……… hlm. 882
                [25] Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat, Tiga Serangkai, Solo, 2008, hlm. 40.
                [26] Al-Furqon Hasbi, 125 Masalah Zakat..................., hlm. 38.
[27] Teungku Muhammad Hasbi As-Shiddieqi, Al-Islam, PT Pustaka Rizki Putra, Semarang, tt, hlm. 67.

[28] Abdurrahman Qadir., Zakat (Dalam Dimensi Mahdhah Dan Sosial)………….hlm. 82-83.
[29] Abu Bakar Jabir El-Jazairi, Pola Hidup Muslim, Alih Bahasa, Rachmat Djatnika dan. A. Sumpeno, PT Rosda Karya, Bandung, 1997, hlm. 207.

[30] Syauqi Ismail Syahhatin, Penerapan Zakat dalam Dunia Modern, Alih Bahasa: Anshari Umar Sitanggal, Pustaka Dian Dan Antar Kota, Jakarta, 1987, hlm. 93.
[31] Tim Penyusun, Alquran Al-Karim................. hlm. 192.

0 komentar: