Tuesday, March 30, 2010

Operasi Selaput Dara dalam Perspektif Fiqh




Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran, bagi kalangan lapis atas, problematika keperawanan menjadi bukan lagi masalah serius sebab ketidakperawanan yang ditandai dengan selaput dara (hymen) yang rusak—oleh faktor apa pun—bisa dipulihkan kembali dengan cara operasi selaput dara atau operasi pengembalian keperawanan (ritqu ghisyaal-bikarah).
Selaput dara (hymen) dalam Sobotta of Human Anatomy didefinisikan sebagai external genital organs of a female. Sementara di al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an disebutkan, secara harfiah, ritqu dapat diartikan menjadi “menempelkan atau merapatkan”. Dalam Alquran, lafadz ritq disebut satu kali yaitu pada surat Al-Anbiya ayat 30 dengan arti “sesuatu yang padu”. Sedangkan ghisya’ al-bikarah berarti selaput clitoris atau selaput dara yaitu permukaan daging tipis dan lembut yang terletak pada kelamin wanita. Dokter Yasin Nuaim dalam bukunya “Fikih Kedokteran” (terjemahan) mendefinisikan operasi selaput dari sebagai “memperbaiki dan mengembalikannya pada tempat semula atau pada tempat yang dekat dengannya”.
Berdasarkan data yang bersumber dari beberapa media cetak maupun internet, wanita-wanita yang meminta untuk dioperasi selaput daranya mempunyai latar belakang yang berbeda. Ada yang selaput daranya rusak sebab diperkosa, ada yang sebab melakukan perzinaan suka sama suka (seks bebas), ada yang sebab tergoda rayuan sehingga khilaf dan terjebak dalam perbuatan zina. Ada juga wanita yang minta dioperasi dengan latar belakang kerusakan yang tidak diketahui (baca: disadari) sebelumnya, misalnya kerusakan selaput dara yang yang disebabkan oleh pekerjaan tertentu seperti melompat, kebiasaan bersepeda onthel, atau beberapa sebab lain yang terjadi di waktu masih anak-anak.
Makalah lengkap DOWNLOAD DI SINI


0 komentar: